Tuesday, December 31, 2013

Telepon di Akhir Tahun

"Jadi, kapan kau pulang?" tanyaku setelah berbincang selama kurang lebih satu jam. Tanganku terasa pegal dan telingaku sudah mulai terasa panas. Berulang kali aku membetulkan sandaran bantal yang aku tumpuk dekat kepala ranjang.

"Entah. Aku kira aku bisa pulang saat ini lalu merayakan malam tahun baru bersamamu, tetapi nyatanya tidak. Masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan disini." jawabnya terdengar sedikit kecewa.

"Baiklah kalau begitu. Kabari aku jika kau pulang, aku akan menjemputmu di bandara." ujarku sambil menerawang.

"Tentu saja. Oke, rasanya sudah cukup. Aku akan menelponmu kembali nanti. Errr mungkin esok hari."

"Ya. Aku harap pekerjaanmu cepat selesai. ."

"Aku harap juga begitu. Selamat tahun baru, sayang. I love you."

"Selamat tahun baru juga. I love you."

Aku pun mengakhiri sambungan Bali-Jakarta suamiku dan dengan segera meletakkan telepon genggamku ke atas meja. Aku merenggangkan tanganku dan beberapa bagian tubuh lainnya sampai berbunyi gemelutuk kecil.

"Jadi, sepertinya malam ini aku tidur disini lagi ya?" ujar seorang pria bertelanjang dada yang muncul di balik selimutku.

Dan aku hanya mengangguk tersenyum penuh arti.

Thursday, November 21, 2013

Barang Bukti

Terdengar suara denting pintu terbuka sebuah kedai kopi bersamaan dengan suara ramah pelayan yang menyapa. Seorang perempuan masuk sambil berulangkali mengesetkan sepatunya yang sedikit kotor dan kemudian memesan dua cangkir kopi hangat. Ia duduk sendiri di sudut ruangan sambil memandang keluar jendela dimana terdapat sepasang kekasih yang saling merangkul mesra. Perempuan itu hanya tersenyum mengejek mengutuk dalam hati bahwa mereka tidak akan semesra itu nantinya. Baginya terlihat jelas bahwa pasangan itu masih muda dan baru, mengumbar kemesraan mereka seperti itu.

Tetesan-tetesan air turun dari langit membuatnya menghela nafas berat. Ia memandang dua cangkir kopi di hadapannya yang semakin lama semakin dingin. Ia menyesap salah satunya, membiarkan cairan itu mengaliri kerongkongannya. Dan yang ia rasakan hanya rasa pahit yang membekas di pangkal lidahnya.

Hujan diluar semakin deras membuatnya dan beberapa orang lainnya memutuskan untuk terjebak di dalam kedai kopi. Perempuan itu kemudian mengeluarkan sebuah kertas dan pensil dari tasnya. Ia kemudian mulai mengingat segala hal tentang prianya. Garis muka, mata, hidung, rambut dan hal lainnya membentuk sebuah sketsa gambar yang cukup sempurna. Ia teringat lagi akan pertengkarannya barusan, satu jam lalu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk ke kedai kopi ini, sendirian, duduk di tempat yang sama dan memaksa dirinya untuk merasakan sakit.

Pernikahannya batal begitu saja. Ia terus merutuki dirinya memikirkan kesalahannya. Ini bukan perkara perbedaan iman. Mereka sudah berpacaran selama empat tahun, dua keluarga sudah bertemu dan setuju untuk melangsungkan pernikahan bulan depan. Sekarang semua hal yang telah mereka persiapkan terbuang sia-sia. Harusnya ia sedikit curiga ketika pria itu sama sekali tidak ingin menciumnya setelah setahun hubungan mereka berjalan. Bukan karena pria itu menjaga hawa nafsunya, tetapi karena selama ini perempuan itu hanya perisai dari kesukaannya terhadap sesama jenis.

Kemudian perempuan itu bangkit dari tempat duduknya. Menggenggam kertas sketsanya erat dan meninggalkan mejanya bersama dua cangkir kopi yang sudah kosong. Akhirnya ia meminumnya, cangkir kedua yang sebelumnya telah ia berikan obat. Kepalanya sudah mulai pusing. Langkahnya mulai terasa berat. Ia sengaja tidak mematikan perangkat portabel-nya dimana terakhir kali ia mengakses sebuah blog dari pembaca favoritnya mengenai obat tidur dan potasium. Biarlah polisi mencari tahu pemilik blog itu untuk bertanggung jawab jika seandainya aku mati, begitu pikir si perempuan. Tidak lupa ia menambahkan tulisan besar di paling bawah sketsa wajah pria yang dibuatnya.

'CARI DIA'

Sunday, November 17, 2013

Wednesday, November 13, 2013

Cinta (Tak) Berbalas

Seorang perempuan dengan rambut sebahu berteduh di sebuah halte sambil merapikan ikatan rambutnya yang mulai turun. Payung yang ia kenakan pun tidak cukup melindunginya dari tetesan air hujan sehingga membuat beberapa bagian di pakaiannya tetap basah. Laki-laki yang duduk di sebelahnya pun sedang mengacak-ngacak rambutnya sehingga membuat beberapa cipratan kecil. Laki-laki itu menoleh ke perempuan sebelahnya yang masih sibuk merapikan payungnya.

"Gimana? Kayanya hujannya lama. Mau lanjut atau berteduh?" tanya laki-laki itu.

"Tunggu sebentar. Aku yakin akan berhenti sebentar lagi." balas perempuan itu tersenyum. Laki-laki itu hanya mengangguk dan kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah jalan, melihat kendaraan dan orang-orang menerobos hujan. Perempuan itu tersenyum simpul, dalam hatinya ia senang karena mengulur waktu sehingga ia masih bisa berdua dengan laki-laki yang ia kagumi dari tingkat satu. Ya, walaupun sebenarnya di halte ini mereka tidak berdua, setidaknya mereka berduabelas bersama orang-orang yang juga menumpang berteduh.

Perempuan itu tidak menyangka akhirnya ia mendapatkan kesempatan ini. Maksudnya setelah bertahun-tahun akhirnya ia bisa mengenal laki-laki ini lebih jauh, bahkan mereka berteman dekat. Hanya saja perempuan itu tidak berani mengungkapkan perasaannya. Baginya sudah cukup menjadi temannya selama setahun terakhir. Hingga akhirnya hari ini merupakan bagian dari penghujung bulan, dimana setelah ini mereka akan berpisah mengejar impian masing-masing. Perempuan itu akan membiarkan perasaannya tidak akan pernah tersampaikan, walaupun ia ingin laki-laki itu setidaknya tahu.

"Ella." tiba-tiba laki-laki itu memanggil nama si perempuan. Perempuan itu hanya menoleh menunggu kalimat yang akan ia katakan selanjutnya. "Aku suka padamu." bisiknya pelan agar yang lain tidak mendengar.

Alih-alih sebuah senyuman yang mengisyaratkan kegembiraan karena cintanya berbalas, raut wajah Ella nampak terkejut.

"Kau membuat segalanya lebih rumit." komentar Ella tajam.

"Iya, aku tahu. Ini salahku, hanya saja aku kira aku perlu menyampaikannya sebelum akhirnya kita berpisah." laki-laki itu hanya memandang kosong jalanan. "Hujannya sudah mulai mereda. Ayo, jalan kembali."

"Tunggu, aku juga menyukaimu." akhirnya Ella menyerah dan memberitahukan perasaanya. Ia bahkan menambahkan, "Dari tingkat satu."

Laki-laki itu kemudian mengangguk. Mereka berdua saling melempar senyum berusaha sebaik mungkin menyembunyikan rasa khawatir yang semakin menjadi. Bagi mereka hal ini adalah sebuah kesalahan. Mungkin perasaan memang tidak dapat dibohongi, tetapi ketika mereka memanggil Tuhannya dengan nama yang berbeda adalah sebuah kenyataan. Dan hal itu tidak dapat diabaikan.

Ingatan Tentang Kamu

Aku memperhatikan lekat-lekat sebuah potongan kertas licin bergambar yang aku ambil dari bawah tempat tidurku. Warnanya sedikit pudar dengan beberapa noda kotor disekelilingnya. Tergambar seorang perempuan dengan rambut panjang lurus sebahu. Matanya berwarna cokelat gelap. Ia memakai sedikit eyeliner untuk mempertegas bentuk matanya yang sedikit sipit. Di bagian sebelah kanan rambutnya terdapat jepit berwarna merah jambu. Ia nampak tersenyum bahagia, memamerkan gigi putih bersihnya yang rapi dan membentuk sebuah lesung pipit yang manis.

Yeah, even if I erase everything that reminds me of you
I can’t throw away the memories
Eventhough our drama up until now has ended
Love is painful
The watch you gave me wakes me up everyday
Once again, I can’t go to sleep, oh baby

Aku ingat foto itu diambil pada hari jadi kita yang keempat, di sebuah taman hiburan setelah menaiki roller coaster. Aku masih ingat kamu mencengkram tanganku kuat karena takut. Kita tertawa lepas, menaiki semua wahana yang ada, makan permen kapas dan sengaja menaiki bianglala saat matahari ingin terbenam. Lalu saat berada di paling atas, kamu menyandarkan tubuhmu kepadaku dan berkata ingin terus bersamaku. Kamu bilang bahwa kamu mencintaiku dan ingin hidup bersamaku.

I thought things would be okay once the sun rose and set and the seasons changed
The spot you were in so deep that it won’t close up
Your hair pins left on the sofa keep poking me
It hurts so I can’t even smile, oh baby

Aku tahu hubungan kita tidak akan lama setelah kamu bilang ada orang lain yang mendekatimu. Apalagi setelah aku tahu bahwa orangtuamu telah setuju untuk menjodohkanmu dengan dirinya. Setelah itu kita lebih sering bertengkar. Mempermasalahkan hal-hal kecil, mulai meragukan perasaan masing-masing, sampai akhirnya kamu memutuskan untuk pergi tanpa berkata apa-apa.

Yeah, to me, love is pain, I’m hurt by love
I can’t move a single step so
I can’t hold onto it but I can’t let go of it, It’s love
I am lost, I hate love

Kamu datang ke apartemenku. Kamu berkata bahwa hubungan kita harus berakhir. Tanpa merasa bersalah kamu memberikan undangan pernikahanmu kepadaku. Kamu ingin aku datang sebagai seorang yang sangat berarti untukmu. Tanganku gemetar membuang undangan pernikahan itu ke lantai. Kita bertengkar hebat, saling adu mulut siapa yang seharusnya lebih mengerti.

Because there was so much I didn’t do for you
Because there were so many times I was bad to you
I guess I’m receiving what I gave to you
Because there was so many things I am sorry for
Because there are so many things I should be criticied for
I guess I can’t forget what I said to you

Aku mengantukkan kepalaku ke arah dinding. Kepalaku selalu sakit setiap kali teringat akan kenangan ini. Aku menghitung dengan jari-jari tanganku, sepertinya sudah tiga bulan berlalu sejak pertengkaran itu. Namun aku masih ingat betul kamu menangis memohon kepadaku untuk menghentikan hal yang aku lakukan. Kamu akhirnya mengakui bahwa kamu sedang mengandung janin dari pria itu. Aku langsung terngiang jeritan minta tolong saat aku berusaha mencekik lehermu. Belum lagi lumuran darah di tanganku akibat tusukkan-tusukkan pisau di tubuhmu. Tetapi setidaknya aku lega, bahwa detik-detik terakhir dalam hidupmu berada di pangkuanku.

In my memory, I will erase your voice
In my memory, I will even erase your name
I think I have been in pain enough
Everytime, I call out to you and break down



[FT Island - Memory, English Translation]

Saturday, November 2, 2013

Graduation Speech of Beaver (Movie)

"Good afternoon graduates, dead poets, painters, future Einsteins and all those in between.
Today I’m here to warn you that you are being lied to.
Our parents, our teachers, our doctors have lied to us, and it’s the exact same lie.
The same six words, “Everything is going to be okay.”
But what if it isn’t?
What if some of human experience is just something you inherit, like curly hair and blue eyes?
What if pain is just in your DNA, and tragedy is your birthright?
Or what if, sometimes, right out of the blue, when you least expect it, shit just happens.
Shit just happens …

So what do I do with that?
What do any of us do? Besides lie.
This is what I believe.
Right now in this auditorium, there is someone who is with you, someone who is willing to pick you up, dust you off, kiss you, forgive you, put up with you, wait for you, carry you, love you.
So while everything may not always be okay, one thing I know is true:


you do not have to be alone."

Sunday, October 20, 2013

(un)lucky!

Jam menunjukkan pukul setengah 10 pagi menjelang siang. Matanya menatap lurus kepada arah jarum jam yang terus berputar dan dalam hati menghitung maju sambil terus berharap ada keajaiban yang menunggunya pukul tujuh malam nanti. Kertas jawaban dan soal ujian telah dibagikan. Tangan kanannya dengan cekatan mengambil pulpen dan mulai mengisi baris demi baris di kertas jawaban yang telah disediakan. Ia tidak membiarkan otaknya berpikir terlalu lama untuk menjawab, toh dosennya berkata beliau tidak akan mengambil nilai dari ujian tersebut. Yang dosennya butuhkan hanyalah kehadiran dan tanda tangan. Sekitar setengah jam ia mulai mengarang bebas sampai halaman ketiga. Pendingin ruangan juga mulai memaksa tubuhnya yang tidak kuat dingin  bergerak buru-buru keluar. Sweater tipisnya tidak cukup. Dan akhirnya ia menyerahkan diri pukul sepuluh lewat lima belas menit.

Ia keluar, bercanda dengan teman-teman sekelasnya, duduk-duduk di kantin dan ikut belajar untuk ujian selanjutnya sebagai formalitas, atau mungkin lebih tepatnya sebagai ketenangan dan sugesti bahwa setidaknya ia telah belajar walaupun sedikit. Walaupun ia tahu pikirannya tidak lagi berada dikampus. Pikirannya melayang ke jam tujuh malam nanti dimana band kesukaannya akan mengadakan konser pertama di Jakarta.

Pukul empat sore ia berangkat mengadu nasib. Mengatasnamakan mental VIP tanpa tiket yang dapat membawanya masuk ke tempat konser. Belasan kuis gratisan telah ia ikuti, sholat wajib dan sholat sunah juga ia lakukan demi mendapatkan keberuntungan. Namun Tuhannya belum mengizinkan dan membuat ia terpaksa mencari tiket di tempat. Sesampainya disana ia sempatkan sholat Maghrib, menambah keafdolan pikirnya. Mencari secercah harapan dari setiap calo yang lewat yang tetap tidak ingin menurunkan harga tiketnya sampai akhirnya pukul tujuh malam, konser dimulai.

Suara sang vokalis menggema di dalam ruangan indoor yang memaksa menyeruak keluar, merambat di setiap telinga fans-fansnya yang masih belum mendapat tiket. Suara drum, bass dan guitar semakin menambah keseruan ditambah teriakan-teriakan fans yang sudah di dalam. Ia hanya melengos menyayat hatinya yang terasa sedih. Menampar diri agar tidak menangis walaupun sebenarnya ingin. Jarak ia dengan band idolanya hanya beberapa meter yang dipisahkan oleh pagar pembatas dan dinding tebal. Ia merutuki nasibnya diri sendiri, ia pulang tanpa hasil.

Berdiri di transportasi umum hanya menambah sakit dan pegal di kakinya. Pikirannya tidak fokus dan perasaannya campur aduk. Adakah yang lebih buruk? Hujan kemudian mengguyur ibu kota. Ia sudah lelah, ia bahkan tidak ingin berdebat dengan Tuhan. Ia tahu ini konsekuensinya.

Sesampainya di rumah hampir tengah malam. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan laki-laki kesayangannya berada di rumah. Menyanyikan lagu band idolanya dengan susah payah, berharap wanita dihadapannya memberikan senyuman atas kesedihan dan kelelahannya malam ini. Ia pun tersenyum bahagia.

Namun ia melupakan sesuatu. Itu hanya harapannya saja. Tidak ada laki-laki di rumahnya yang dapat menghiburnya. Ia hanya pulang begitu saja dan berharap tidak disindir karena memaksa berangkat menonton konser. Ia kembali meratapi dirinya, meng-unfollow semua fanbase dan semua akun yang dapat membuatnya semakin bersedih dan menyesal. Ia hanya ingin tidur dan melupakannya.

Ia adalah aku di sabtu malam kemarin.

20 Oktober 2013
kejutan ulang tahun pun belum kunjung datang.

Sunday, September 1, 2013

Kuning Menjadi Hitam

Tiga tahun lalu, 2010, dimana suatu daerah bernama Salemba akan menjadi hal pertama yang mengawali jalinan benang-benang kenangan yang akan melekat dalam ingatan. Dikenal sebagai anak yang pingsan pada hari awal masuk kuliah, merepotkan banyak orang dengan harus membawanya ke IGD terdekat. Stasiun, kereta, rumah sakit, menjadi ikon-ikon pendukung perjalanan ke dalam sebuah gedung yang bertuliskan Fakultas Kedokteran. Kemudian pindah ke Depok, dimana terdapat tiga gedung berdiri tegak sebagai kampus baru kami, Vokasi Universitas Indonesia.

Mungkin sudah berjuta-juta kali menjelaskan ke beratus-ratus orang dimana jurusan ini--yang cukup asing bagi orang-orang--merupakan bagian dari non medis suatu rumah sakit. Kami tidak akan menjadi dokter maupun perawat, kami adalah tenaga yang menyokong mereka di belakangnya. Dan kami pun sudah cukup sering menjelaskan dimana Vokasi bukanlah 'kampus' sebelah yang sering dikaitkan hanya karena kami D3.

Tiga tahun sudah perjalanan ini dilewati. Mengukir kenangan baru yang selama ini tidak pernah didapatkan seperti kebanyakan orang yang sudah sangat mengenalnya di masa putih abu-abu. Katakan saja aku tidak mempunyai cukup kenangan saat itu dan kalian semua membuatkannya satu untukku sebagai bagian dari kelas Keuangan.

Dan akhirnya aku kembali lagi ke tempat ini. Bukan, bukan Salemba. Beberapa waktu sebelum itu dimana aku pertama kali diterima di kampus ini sebagai mahasiswa baru. Dengan almamater kuning kebanggan dan makara triwarna di dada kanan, menyanyikan dengan suara lantang untuk para wisudawan. Namun kali ini, aku yang dinyanyikan. Akulah sang wisudawan.

Dari almamater kuning kini menjadi toga berwarna hitam. Dari sebuah perasaan sedih karena masuk tidak sesuai jurusan menjadi sedih karena harus meninggalkan. Terima kasih almamater kebanggan, Universitas Indonesia. Bangga rasanya pernah menjadi bagian darimu dan bahkan masih menjadi bagian dirimu. Terima kasih sekali lagi aku telah diberi kesempatan untuk melanjutkan S1 lagi sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi. Terima kasih!

#BanggaJadiAnakUI

Thursday, August 15, 2013

Kata Yang Tidak Bisa Diucapkan

Sewaktu kecil kamu melihatnya sebagai seorang kakak. Ia melindungimu dari tangan-tangan jahil laki-laki yang senang sekali menarik-narik rambut kepanganmu. Ia selalu menyediakan punggungnya untuk menggendongmu ketika terjatuh. Ia akan membelikanmu banyak permen dan berusaha membuatmu tertawa agar kamu berhenti menangis.

Kemudian kamu sedikit beranjak dewasa. Kamu mulai melihatnya sebagai teman yang selalu mendengarkan ceritamu. Ia akan memberikan sejuta saran terbaiknya untukmu. Ia tidak pernah kehabisan pulsa untuk membalas pesanmu. Ia selalu mendorongmu maju ketika kamu memutuskan untuk mundur. Ia selalu mendukungmu.

Dan akhirnya ketika semuanya hampir terlambat, kamu mulai melihatnya sebagai seorang laki-laki. Kamu menyadari bahwa ia yang menjagamu dari dulu. Kamu menyadari bahwa bahunya selalu siap untuk kamu sandarkan setiap kamu ada masalah. Kamu menyadari bahwa senyumannya adalah obat yang menenangkanmu dan pesannya adalah obat yang menyemangatimu menjalani hari.

Tenggorokanmu tercekat tidak bisa berkata apa-apa ketika ia bilang akan menikah dalam beberapa waktu mendatang. Kamu hanya bisa tersenyum getir dan mengabaikan rasa sesak yang menyelimuti dada. Padahal kamu tahu bahwa ia akan membatalkan pernikahannya untukmu. Kamu tahu ia memiliki perasaan yang sama untukmu. Namun kamu tahu bahwa hal ini harus berakhir. Kamu tidak bisa terus-terusan menggantungkan hidupmu kepadanya. Kamu harus melepasnya dan membiarkannya memiliki kebahagiaan sendiri.

Hari itu pun tiba. Kamu datang sebelum sumpah setia diucapkan. Kamu menghampirinya dan melihat ia telah berubah menjadi lelaki dewasa yang gagah dan tampan. Kamu membantunya merapihkan pakaiannya. Ia menatapmu dengan tatapannya yang menghangatkan. Kamu tersenyum membalas tatapannya. Kamu tahu masih belum terlambat untuk mengungkapkan perasanmu padanya. Kamu akhirnya mengucapkan kata demi kata yang tidak bisa kamu ucapkan sebelumnya. Ia terdiam sebentar. kemudian ia tersenyum sangat manis untukmu. Ia tahu bahwa kamu tidak memerlukannya lagi. Ia tahu kamu telah dewasa sekarang, karena kamu telah berkata kepadanya,

"Aku turut berbahagia."


Wednesday, July 17, 2013

Harga yang Harus Dibayar

Seorang perempuan setengah berlari memasuki sebuah kedai makanan penutup yang terletak di pusat kota. Sepatu hak tingginya beradu dengan lantai membuat ketukan-ketukan seirama. Ia kemudian melambai semangat ke arah sudut ruangan dimana terdapat empat orang sudah menunggunya. Satu orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Mereka saling menyapa sebelum akhirnya ia duduk di sebelah satu-satunya perempuan diperkumpulan itu.

"Telat banget lo ya, parah, meninggalkan gue bersama tiga orang ini."

"Sory Ka, macet." ia menjawab ledekkan temannya yang dipanggil 'Ka' itu dengan alasan klise.

"Yah, kapan sih Desra dateng on time." seru salah seorang laki-laki dengan kemeja biru tua yang disambut dengan tawa dari lainnya. Desra hanya beringsut sambil diam-diam memperhatikan masing-masing dari mereka. Pertemuan setiap akhir bulan ini selalu sukses membuatnya lupa akan segala hal tentang pekerjaan kantornya. Desra bahkan masih menaruh kekagumannya pada salah seorang dari mereka yang duduk dihadapannya. Seorang laki-laki yang sedang ikut tertawa memamerkan gigi-giginya sambil sesekali mengambil kentang goreng yang tersedia di atas meja. Bahkan di setiap pertemuan ini ia selalu lupa--atau sengaja--tidak melepaskan id card-nya yang tertulis namanya dengan jelas, Egwar.

"Desra yang traktir hari ini! Ayo pesan makan lagi!" si kemeja biru tua mulai melambaikan tangan sebagai tanda untuk pramusaji agar menghampirinya.

Setelah pemesanan makanan yang dipenuhi dengan keributan kecil itu, mereka mulai saling bercerita, berkeluh kesah mengenai pekerjaan kantor masing-masing. Dan semuanya mulai berteriak semangat mendengar salah satu dari mereka, yang paling muda, mengatakan akan bertunangan minggu depan.

"Bima selamat!" Kalika mulai mengulurkan tangannya dan berusaha menepuk-nepuk bahu Bima yang berada di sebrang meja.

"Padahal seinget gue Bima cinta mati sama Kalika deh, eh sekarang udah mau tunangan aja dia." komentar Egwar yang langsung disambut dengan keheningan sebelum akhirnya ia melanjutkan perkataannya lagi. "Hahaha itu dulu banget kali waktu awal-awal ketemu, gue juga pernah kok nyimpen perasaan buat Desra."

Pengalihan Egwar malah membuat Desra salah tingkah. Tiba-tiba saja mereka semua tertawa bersama seakan mengerti dan mengetahui perasaan masing-masing.

"Yah, untung aja sih ga jadi, merusak persahabatan ga sih nantinya?" ungkap Dion yang berkemeja biru tua. Dion bahkan masih mengagumi Kalika sampai saat ini walaupun masing-masing dari mereka sudah memiliki kekasih.

"Hahaha iya nanti pasti canggung, kita ga bisa ngumpul kaya gini lagi deh." balas Kalika.

"Jadi atau engga, bayarannya besar." Desra menggumam. Yang lainnya langsung melihat ke arahnya seperti menunggu penjelasan selanjutnya. "Nih ya maksud gue, kalo ditolak jadinya canggung. Elo akan kehilangan seorang sahabat. Kalo diterima, elo juga akan kehilangan sahabat. Karena dia udah jadi pacar, bukan sahabat lagi. Harga yang harus dibayar besar kan?"

Egwar hanya tersenyum mendengar penjelasan Desra. Kemudian Dion mengangkat gelas minumannya seakan mengajak mereka bersulang.

"Untuk persahabatan kita. Untuk Bima yang mau tunangan."

Yang lain ikut mengangkat gelasnya dan bersulang untuk kebersamaan mereka yang hampir sepuluh tahun ini. Dalam pikiran masing-masing, mereka memikirkan betapa beruntung atau tidak beruntungnya mereka memiliki satu sama lain sebagai sahabat. Ya, ada harga yang harus dibayar.


"A guy and a girl can be just friends,
but at one point or another, they will fall for each other,
Maybe temporarily, maybe at wrong time, maybe too late,
or maybe forever." -500 Days of Summer

Min Ah bukan Minah

Namaku Kevin. Umurku 8 tahun. Aku tampan. Pipiku sedikit gembul sangat menarik teman-teman kakakku yang cantik-cantik untuk mencubitku. Pokoknya aku keren!
Hari Minggu aku diajak Khansa ke mall. Tumben sekali dia mengajakku jalan, biasanya ia pergi bersama pacarnya. Ia berjanji akan membelikanku macam-macam jika aku bersikap baik. Oke, aku setuju. Apa susahnya sih, tidak berlari-larian di mall?

"Gundam!" seruku sambil berlari kecil ke salah satu toko. "Ah, mobilan baru!" aku berlari ke arah lain saat seorang petugas toko memajang mobil baru di etalase. Aku mulai berlarian kesana kemari seperti anak kecil melihat barang-barang bagus di mall. Khansa mulai mengikutiku dengan sepatu tingginya yang membuat ia tertinggal jauh di belakang. Huh, padahal dia baru 20 tahun tapi sudah seperti nenek-nenek.

Tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki menghampirinya. Aku buru-buru berlari ke arahnya takut-takut ia orang jahat yang mengganggu kakakku. Dan tiba-tiba saja sikap Khansa berubah menjadi sangat manis mengenalkanku pada laki-laki itu. Aku yakin sekali ini bukan pacarnya. Ah, jadi Khansa sedang selingkuh ya?

"Ini adikku, Kevin. Kevin, ini kenalkan Kak Mario."

Aku menatap lekat laki-laki tinggi yang berada dihadapanku ini. Kulitnya putih. Lumayan tampan, walaupun aku lebih tampan tentu saja. Ia tersenyum padaku. Kemudian, seorang gadis kecil di sebelahnya menarik-narik kemejanya dan mengucapkan sederetan kalimat yang tidak aku mengerti. Aku hanya bisa mengenali kata 'oppa' yang selalu Khansa teriakkan jika sedang menonton film-film Korea. Sekarang aku penasaran apa arti kata itu.

Gadis kecil itu melihatku. Matanya sedikit lebih kecil dari Kak Mario. Ia memakai baju bermotif bunga dan pita. Sederhana, ia cantik. Ah, aku rasa ini namanya jatuh cinta. Kemudian Kak Mario berlutut hingga tingginya hampir menyamaiku.

"Halo Kevin, aku Mario. Ini adikku, umurnya baru 7 tahun. Hari ini kita main bersama ya."

Dan tiba-tiba saja gadis kecil itu menunduk ke arahku.

"Annyeonghaseyo, jae ireumen Min Ah nimida." ucapnya manis.

"Namanya Min Ah." tiba-tiba saja Khansa jadi penerjemah untukku.

"Apa? Minah?" balasku ragu. Jadi, nama wanita cantik ini sama dengan bibi di sebelah rumah toh. "Kevin. Ke-vin." Aku mengucapkan namaku dengan keren, pasti dia menyukaiku. Kemudian Minah mulai berbicara bahasa aneh lagi dengan Kak Mario yang dibalas dengan bahasa aneh juga. Aku butuh subtitle nih!

"Kak Mario, Minah ga bisa ngomong Bahasa Indonesia ya?" tanyaku lagi.

"Bisa kok!" jawab Minah bersemangat. "Oppa!" serunya lagi.

"Kevin bukan oppa!"

Ia tertawa kecil sambil bersembunyi di balik kaki panjang Kak Mario. Ah, jangan-jangan artinya 'oppa' tampan. Ya, aku oppa.
***

Aku berlari menaiki tangga menuju kamar Khansa. Aku langsung membuka pintu kamarnya dan menemukan Khansa sedang mengerjakan tugasnya.

"Khansa! Khansa! aku butuh bantuan!" teriakku sambil duduk sembarangan di atas kertas-kertas yang berserakkan.

"Apa? Bikin susu? Aku sedang sibuk nih."

"Kalo kamu gamau bantuin aku, aku bilangin sama Kak Doni hari kemarin kamu selingkuh sama Kak Mario!" ancamku. "Ya, walaupun aku suka Kak Mario sih karena dia beliin aku mainan."

"Heh, siapa yang selingkuh? Kak Mario ini temen kampusku tau! Kak Doni juga kenal Kak Mario kok. Emangnya kamu mau minta tolong apa?"

Aku diam sebentar takut Khansa akan mentertawaiku. Tetapi, aku sudah tidak tahan lagi.

"Bikinin aku surat cinta dong! Pake Bahasa Korea ya!" balasku sambil memberikan selembar kertas dan segenggam krayon.

"Emangnya buat siapa? Lagipula aku ga bisa Bahasa Korea, aneh-aneh aja nih."

"Buat Minah. Bilang Minah cantik, aku cinta sama Minah. Minah mau ga jadi pacar aku. Terus suratnya kasih Kak Mario suruh kasih Minah."

Sesuai dugaanku, Khansa tertawa terbahak-bahak. Ia kemudian mencubit pipiku, aset ketampananku. "Kevin, namanya Min Ah, bukan Minah! Min-Ah. Nih tulis aja kaya gini, Min Ah saranghae."

Aku kemudian menulis ulang huruf-huruf yang diberikan Khansa sambil berulangkali mengucapkannya. Aku tambahkan namaku dibawahnya, Kevin Oppa, artinya Kevin tampan.
***

Setiap hari aku menunggu Khansa dengan gelisah. Aku belum mendapat balasan. Jangan-jangan Khansa tidak memberikannya atau sebenarnya aku ditolak. Bagaimana kalau dia ga suka cowok Indonesia tampan sepertiku? Bagaimana kalo dia cuma suka cowok-cowok Korea yang bisa nari sambil nyanyi? Aku sakit kepala jika memikirkannya. Hingga akhirnya tiga hari kemudian, Khansa memberikanku selembar kertas berwarna pink. Wanginya harum sekali. Ini wanginya Minah, eh Min Ah. Aku buru-buru membukanya dan merasa sedih sekali. Aku tidak bisa membaca tulisannya. Jangan-jangan ia menolakku. Kalau aku diterima kenapa ia harus menulis dengan huruf aneh gini sih. Aku mau menangis.

오빠, 사랑해*

"Mama, besok Kevin mau les Bahasa Korea!"

*Oppa, saranghae

Tuesday, July 16, 2013

Menjadi Dewasa

"Aku mau es krim, aku mau es krim!" seru seorang gadis muda dengan pita berenda berwarna biru muda kepada seorang laki-laki di sebelahnya. Laki-laki yang mengenakan kaos bergambar robot itu hanya mengusap-ngusap kepala si gadis alih-alih membelikannya es krim.

"Ih, kamu tuh ya! Sebentar lagi dua puluh tahun masih aja kaya anak kecil!" ujar laki-laki itu gemas sambil mencubit pipi si gadis yang sedikit gembul.

"Biarin, emang dua puluh tahun ga boleh makan es krim?" balas si gadis sambil memajukan bibirnya.

Laki-laki itu hanya tertawa kecil melihat kelakuan si gadis yang berpura-pura kesal padanya. Ia kemudian menggandeng tangan si gadis sambil mengajaknya menjauh dari kedai es krim. Si gadis yang sudah melupakan es krimnya mulai menggelayut manja pada tangan kekasihnya. Berulang kali ia menyenderkan kepalanya ke bahu si laki-laki sambil bernyanyi riang.

"Aku cape, gendong dong." ujar si gadis saat mereka sudah berjalan sekitar setengah jam.

"Sampai kapan kamu mau jadi kaya anak kecil gini?" balas si laki-laki sambil mengetuk lembut kening si gadis.

"Sampai kamu lebih tua dari aku. Selama kamu lebih tua, aku akan tetap kaya gini."

"Heh, kita cuma beda beberapa bulan!"

"Sepuluh bulan itu lumayan loh! Pokoknya karena kamu lebih tua, kamu harus lebih dewasa dari aku! Ayo, sekarang gendong, sebentar, sampai situ tuh." balas si gadis sambil tertawa kecil menunjuk ke arah pepohonan yang lebih rindang. Laki-laki itu hanya tersenyum memandang penuh kasih kepada gadis di sebelahnya yang mulai lompat ke punggungnya. Si laki-laki akhirnya pasrah mengikuti kemauan si gadis yang terdengar bahagia sekali saat ia menggendongnya.

"Aku sayang banget sama kamu! Pokoknya kamu laki-laki terbaik!"
***

Riani berlari sekuat tenaga menyusuri koridor rumah sakit saat mendapat panggilan darurat dari kamar 315. Ia tidak peduli jika sepatu hak yang baru ia beli kemarin harus patah karena hal ini. Ini bukan masalah hidup dan mati seorang pasien lagi. Ini karena Enzo, mantannya satu setengah tahun lalu yang mendadak sakit parah dalam beberapa hari terakhir. Riani buru-buru mengatur nafasnya sebelum akhirnya ia membuka pintu kamar 315 dan menemukan Enzo terbaring lemah dengan selang infus di tangan kirinya.

"Hai," sapa Enzo yang wajahnya terlihat lebih pucat dari kemarin.

"Kenapa? Apa yang sakit? Kamu merasakan apa?" Riani buru-buru mengeluarkan stetoskopnya dan mulai memeriksa denyut jantungnya.

"Tidak, aku baik-baik saja sungguh. Hanya saja akhir-akhir ini aku sering didatangi."

"Kamu jangan bercanda! Aku sudah cukup kesal kamu tidak memberitahuku bahwa kamu dirawat disini dari seminggu yang lalu."

"Mana bisa aku memberitahumu untuk melihatku dalam keadaan begini." balas Enzo sambil tertawa lemah. "Hei, kamu tahu tidak? Katanya kalau sering didatangi itu artinya sudah dijemput."

"Sudahlah diam, jangan berkata yang tidak-tidak."

"Ah, ternyata aku masih diberi kesempatan untuk beretemu kamu disaat terakhirku. Aku pasti bahagia jika aku mati sekarang."

"Kamu bisa diam tidak? Aku benci kamu!" suara Riani mulai meninggi, tanpa sadar air matanya sudah menetes.

"Riani, sayang, apakah harus detik-detik terakhir dikehidupanku kita habiskan dengan bertengkar?"

Riani membungkam mulutnya. Lagi-lagi Enzo tersenyum memandangnya penuh kasih, hal yang paling Riani benci ketika ia sedang kesal padanya.

"Aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu menyayangi kamu."

"Kamu sedang tidak membuat pesan terakhir bukan? Kamu belom boleh mati!"

"Kamu dokter, bukan Tuhan. Aku hanya jaga-jaga aja kok." ujar Enzo sambil meledek. "Aku punya permintaan."

"Kamu mau bilang aku ga boleh nangis di pemakaman kamu?" balas Riani sambil memaksakan diri untuk tertawa.

"Tadinya sih, tapi tidak apa-apa jika kamu ingin menangis." Enzo terdiam sebentar kemudian memandang ke segala arah sebelum akhirnya ia berbicara lagi. "Bulan depan umur kita sama, setelah itu kamu harus lebih dewasa. Berhenti bersikap seperti anak kecil!"

"Aku kan sering bilang, bahwa aku akan tetap begini sampai...."

"Jika aku mati besok, nantinya kamu akan lebih tua dariku bukan? Jadi, kamu sudah tidak ada alasan untuk bersikap seperti anak kecil lagi."

Riani membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar selain hembusan nafasnya.

"Dan wanita dewasa harus bisa menerima. Jangan menangis di pemakamanku."

Enzo memejamkan matanya. Dalam hatinya ia masih ingin mengatakan bahwa ia ingin kembali bersama Riani. Namun, Enzo tidak ingin membuat segalanya menjadi rumit. Riani sudah bertunangan. Enzo hanya bisa menarik nafas panjang dan menggumam pelan.

"Tuhan, aku siap sekarang."

Dear God, the only thing i ask of you
is to hold her when i'm not around,
when i'm much too far away

Dear God, Avenged Sevenfold

Friday, July 12, 2013

Sederhana

"Apa yang menyatukan kalian? Film? Musik? Perbedaan? Ah, cinta?"

"Makanan."


Sesungguhnya, hanya sesederhana itu.
:)

Monday, July 8, 2013

I'll Always Love You, Bas!

Aku menatap Bastian kesal, sudah lima menit ia memandang ke arah wanita yang duduk di sebrangku tanpa henti. Apa sih yang sedang ia lihat? Seorang wanita dengan rambut di cat sedikit pirang memakai kaus berdada rendah yang sangat menonjolkan bagian atasnya. Tidak lupa perpaduan rok pendek dan wedges yang semakin membuat kaum adam tersihir untuk melihatnya. Dasar laki-laki!

"Bas, aku mau ngomong!" ujarku kemudian. Ia kemudian melihat ke arahku dengan mata hitamnya yang selalu membuatku meleleh ketika ia beradu pandang denganku. Aku mendapatkan perhatiannya.

Aku melihat jam yang semakin bergerak menuju angka dua belas, seharusnya aku sudah masuk ke ruang tunggu pesawat. Alih-alih buru-buru berpamitan, aku duduk di salah satu kedai di bandara bersama Bastian tanpa melakukan pembicaraan berarti. Aku tidak peduli jika harus ketinggalan pesawat dan harus menginap satu hari lebih lama lagi. Seminggu tidak cukup.

Aku menatap kekasih lima tahun-ku ini. Aku menyeruput habis minumanku sambil menimbang-nimbang apakah aku harus mengatakan hal ini atau tidak. Aku hampir melupakan tujuanku terbang ke Sydney menemuinya hanya untuk menanyakan satu hal, apakah ia akan menikahiku. Keluargaku mulai tidak sabar melihat anak bungsunya akan berumur 27 tahun bulan depan dan belum ada kepastian dari Bastian untuk menikahiku. Menurut mereka sudah saatnya aku meninggalkannya jika ia tidak berniat untuk serius.

"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?" ia bertanya kepadaku setelah tiga menit aku diam tanpa melanjutkan perkataanku.

"Aku menyayangimu, Bas." ujarku pada akhirnya.

"Ya, aku juga menyayangimu."

Alarm ponselku berbunyi. Aku yang sengaja memasangnya satu jam lalu kalau-kalau aku lupa waktu untuk segera mengejar pesawat. Aku buru-buru menekan segala tombol untuk menghentikan bunyi nyaring dari ponselku.

"Sudah saatnya pergi ya?" Bastian menyadari tujuanku memasang alarm.

"Tidak, kita masih punya waktu lima belas menit lagi kok." jawabku bohong.

Bastian hanya tersenyum, kemudian menggandeng tanganku dan mengajakku keluar dari kedai. Ia mengantarku sampai ke batas yang tidak boleh ia lewati sebagai pengantar. Aku mendadak gugup dan panik memikirkan apa yang harus aku katakan pada keluargaku nanti, aku terlarut dalam kesenangan tinggal di apartemen Bastian tanpa sempat menanyakan hal-hal mengenai pernikahan.

"Bas, sudah hampir satu bulan dan kamu tidak berniat untuk kembali?" air mata mulai mengisi pelupuk mataku dan siap menetes kapan saja.

"Sebentar lagi sayang, aku akan pulang, bahkan sebelum ulang tahunmu."

"Kalau begitu, aku akan menunda kepulanganku. Aku akan pulang bersamamu nanti saja!"

"Tidak perlu, kamu tunggu saja di rumah. Aku pasti pulang. Sebentar lagi semua pekerjaan ini selesai dan aku akan hidup bersama kamu."

Ia memelukku. Pikiranku dipenuhi dengan segala tetek bengek mengenai kelangsungan hubungan dan pernikahan yang seharusnya aku tanyakan, tetapi ia bilang akan hidup bersamaku, apakah ini artinya setelah ia kembali ia akan menikahiku? Terlambat, air mata sudah menetes. Aku sudah tidak kuat lagi menahannya, aku tidak ingin kembali berpisah dengannya.

"Hei," ia melepaskan pelukannya dan mulai menghapus air mataku. Ia kemudian merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kotak kecil beludru berwarna merah. Tangisanku semakin menjadi ketika aku menemukan sebuah cincin berwarna putih dengan permata cantik di atasnya.

"Tadinya aku mau ngasih ini kalo udah pulang, sekalian buat kejutan ulang tahun kamu, tetapi sepertinya kamu khawatir aku tidak pulang." jelasnya sambil menyematkan sebuah cincin di jari manisku. Kami sempat menjadi perhatian beberapa orang di sekitar kami. Aku hanya bisa memeluknya erat tanpa berkata apa-apa.

"Aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Tunggulah, aku akan kembali beberapa waktu lagi. Jangan khawatir."

Ia mengecup keningku lembut sebelum akhirnya aku meninggalkannya untuk mengejar pesawatku.
***

Akhirnya aku berada di rumah Tuhan, menghadap-Nya yang aku percaya telah mempersatukan aku dan Bastian. Ia memakai tuksedo berwarna hitam dengan dasi kupu-kupu. Rambutnya pun telah disisir dengan rapi. Ia tersenyum bahagia. Aku masih memakai cincin yang ia berikan padaku di bandara seminggu yang lalu. Kemudian aku berbisik kepadanya,

"Kamu sangat tampan,"

Aku terdiam sebentar, mengatur detak jantungku yang tidak beraturan. Kemudian aku mencium keningnya dan berbisik lagi bahwa aku sangat mencintainya. Aku tahu ia tidak akan menjawab, ia hanya akan memberikan senyumnya yang selalu membuatku merasa tenang. Aku mengangguk kepada pendeta menyiratkan bahwa ini sudah saatnya.

Peti mati itu pun ditutup, meninggalkan Bastian yang tertidur tenang untuk selamanya.

I have died everyday waiting for you,
Darling don't be afraid I have loved you,
For a thousand years,
I'll love you for a thousand more

A Thousand Years, Christina Perri

Wednesday, June 19, 2013

Terlalu Banyak

Terlalu banyak cerita dalam satu hari.

Enam belas Juni tahun dua ribu tiga belas.

Kerinduan selama tiga tahun digantikan selama satu hari. Otak mulai dipaksa mengingat kejadian-kejadian yang kemudian membuat senyum mengembang, mengundang tawa dan rindu yang semakin mendalam.

Mengharap kejadian itu bisa diulang walaupun kami tahu itu hal yang paling tidak mungkin terjadi di dunia ini.

Tidak banyak yang berubah dari kami. Beberapa hal berjalan sesuai dengan seharusnya, beberapa yang lain tidak.

Kembali belajar melihat sisi lain dari kehidupan. Kembali belajar dari orang lain, walaupun harus dengan mendengar hal yang seharusnya bukan urusan kami.

Menjalin kembali kebersamaan yang sempat terputus tiga tahun lalu. Menyambung benang-benang kenangan menjadi sebuah cerita baru.

Menumbuhkan mimpi dan harapan bahwa kami masih bisa.

Kami masih jagoan!

terhubung dengan (dulu) Kami Jagoan!

Alasan

Kia menatap lemarinya kesal. Bukan, kali ini bukan karena ia tidak bisa menemukan baju yang akan dipakainya hari ini. Melainkan matanya terpaku kepada sebuah jaket berwarna biru tua yang tergantung di lemarinya. Dan yang paling menyebalkan Kia masih dapat mencium wangi parfum yang menempel di jaket itu walaupun ia sudah mencucinya. Wangi yang selalu mengingatkan ia pada seseorang walaupun sudah setahun lebih lamanya.

"Dek, itu jaket temennya ga dibalikin?" tanya mama seakan dapat membaca pikirannya.

"Biarin aja, Ma, orangnya juga gamau ngambil kok."

Kia kembali menutup lemarinya dan mengunci rapat seakan ia tidak ingin mengingat apapun tentang orang itu lagi.


"Der, masih sering ketemu Farhan ga?" tanya Kia saat Derry berada di rumahnya.

"Kenapa, Ki? Kangen? Yaelah masih aja ngarepin dia. Katanya udah move on!"

"Bukan, gue mau balikin barang dia."

"Jaket? Masih aja tuh jaket sama lo, gue kira udah dibalikin."

"Dianya kaya gamau gitu sih berhubungan sama gue lagi. Guenya jadi males juga sama dia. Lo yang balikin dong, Der."

Kia kemudian mengambil jaket biru tua di lemarinya, melipatnya, dan dimasukkan ke dalam kantung plastik.

"Oke, nanti gue balikin kalo ketemu ya," ujar Derry saat ia menerima bungkusan plastik dari Kia.

Kia merasa lega telah memberikan jaket biru itu yang sudah bersarang di lemarinya selama setahun. Kia mulai melupakan pemilik jaket dan berusaha fokus ke setiap pembicaraan Derry yang sedang meminta saran menghadapi pacarnya. Tetapi tetap saja ada sedikit perasaan yang mengganjal ketika melihat bungkusan plastik yang dipegang oleh Derry dan kadang dipukul-pukul untuk meluapkan kekesalannya, sampai akhirnya Derry berpamitan dan Kia menahannya.

"Eh, gausah deh Der. Jaketnya sini lagi." Kia langsung mengambil bungkusan plastik dari tangan Derry. "Biar aja dia yang ke rumah gue, biar ada alasan untuk ketemu."


Thursday, June 6, 2013

Seorang Pengagum

Aku bohong besar ketika aku berkata aku tidak pernah sebahagia ini mengetahui bahwa kamu sudah tidak bersamanya lagi. Tentu saja ada hal lain yang lebih membahagiakan, tetapi jujur aku memang bahagia. Tidak ada lagi nama wanita di akun sosial mediamu dan sebuah senyuman mengembang di wajahku, sesederhana itu. Tetapi perkaranya tidak semudah seperti yang diungkapkan, kamu sama sekali tidak mengenalku. Apa sih yang bagus dari diriku? Aku tidak secantik wanita yang pernah singgah dihatimu, bahkan aku tidak punya keberanian mendekatimu terlebih dahulu. Aku tahu sih emansipasi, tetapi hanya melihatmu saja seakan nafasku berhenti sesaat. Aku terlalu senang malam itu sampai membawamu muncul ke dalam mimpiku.

Entah sebuah pertanda atau tidak, keesokannya aku diberi kesempatan bertemu denganmu. Padahal sebelumnya sangat jarang sekali aku dapat melihatmu hanya untuk sekedar lewat atau mondar-mandir di depanku. Satu menit melihatmu saja dapat membuatku menahan jeritan kegirangan, namun hari itu kamu berada di dekatku selama satu jam. Aku hanya bisa diam mematung menahan senyum dan malu yang membuncah ruah. Mungkin kalau kata orang aku salah tingkah. Dan sampai akhirnya aku berkenalan denganmu. Aku kurang yakin kamu mengingat namaku, perkenalan itu hanya formalitas karena temanku yang mengenalmu--secara tidak langsung--menyuruhmu. Walaupun begitu, berjabat tangan denganmu selama sedetik pun cukup membuatku sangat bahagia. Sangat bahagia.

Ah, terima kasih Tuhan, hatiku belum mati. Aku masih bisa merasakan perasaan ini :)

Sunday, June 2, 2013

(dulu) Kami Jagoan!

Pagi itu menjelang siang, aku memutuskan untuk menepati janjiku dengan dua orang temanku. Sekitar pukul setengah sebelas kami berangkat dari rumah salah seorang teman yang paling dekat dengan tujuan utama. Enam tahun lalu sudah berlalu kami meninggalkan tempat itu, tempat kami mengemban pendidikan sekolah menengah pertama dan tempat kami pertama kali bertemu. Tidak banyak yang berubah dari sekolah kami, hanya menambah satu tingkat dan sebuah masjid yang akhirnya rampung setelah sekian lama. Sedikit perubahan tata letak kelas sana sini, dengan beberapa tempelan mading dan piala yang--sepertinya--mulai dikumpulkan dalam rak-rak tinggi membentuk ruang piala tersendiri bagi sekolah kami. Dan alasan kami kesini kembali adalah untuk melihat latihan bela diri, karate, ya itulah yang menyatukan kami.

Aku sekarang tidak ingat bagaimana mulanya kami bisa membentuk sebuah perkumpulan--yang bahasa kerennya disebut geng--dengan mereka. Entah bagaimana mulanya dari sekian banyak anak baru sabuk putih membuatku--kami--memilih untuk bergabung. Lima wanita jagoan yang menamakan diri kami R.A.W.I.T seperti cabe. Aku masih ingat betul bagaimana cinta-cinta lucu kami kepada senior-senior, menangiskan hal yang tidak perlu, membenci satu sama lain karena suka dengan orang yang sama, marah karena hal-hal kecil, menguasai dan dikuasai. Kami masih SMP dan merasa kami yang paling mengerti segalanya, tidak ada yang salah dengan itu. Menulis dengan huruf besar kecil yang saat ini dibilang dengan sebutan alay pun pernah kami lalui. Sederhana saja saat itu, kami bertemu hampir setiap hari, bermain bersama, bercerita, kami bahagia dan teman selamanya. Namun, setelah lulus kenyataannya tidak seperti itu.

Sekolah Menengah Atas. SMA. Mereka bilang SMA adalah masa-masa paling indah. Tetapi bagi kami itu sebagai awal retakan pertemanan kami. Sibuk masing-masing, memiliki pemikiran masing-masing yang menentukan prioritas masing-masing. Kepercayaan mulai hilang satu persatu. Melupakan janji akan bertemu setiap satu bulan sekali, toh kenyataannya setahun sekali pun kami bersyukur sekali. Dan kami mulai malas mengajak satu sama lain untuk bertemu.

Sebutlah salah seorang temanku sepertinya masih sangat menghargai pertemanan ini. Pertemanan yang bisa kami sebut dengan sahabat namun kami tidak mengenal satu sama lain lagi. Untukku rasanya ini seperti mulai dari awal. Sulit sekali rasanya menaikan level pertemanan kami ke tingkat yang lebih tinggi, maksudku melebihi teman-teman kuliahku sekarang. Namun, aku senang kami mencoba untuk bertemu kembali. Aku senang sekali.

Semoga kami bisa menjadi jagoan kembali!

Tuesday, May 28, 2013

enam puluh persen

: 40% Wanita mengatakan bahwa pendidikan pria jauh lebih penting daripada penampilannya.

Based on the fact above, 60% wanita mengatakan penampilan pria lebih penting. Dan disini gue akan mengungkapkannya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman gue hahaha. Pertama, first impression itu penting! so it means penampilan fisik yang pertama dilihat. Ketika seorang pria tampan lewat atau muncul di tv, akan menimbulkan sedikit chemistry yang bergejolak dalam hati. Namun untuk sebagian orang, termasuk gue, it just for fun kok. Gue suka membanggakan tipe pria gue yang asia timur, tetapi dalam kenyataannya itu belum pernah terjadi karena Tuhan memang satu tetapi kita yang tak sama (walaupun gue masih berharap suami gue akan seperti itu nantinya hehe). Dan yang ingin gue tekankan disini adalah bukan berarti wanita hanya melihat dari fisik saja, tetapi kami tidak munafik bahwa kami suka pria tampan. Dan gue rasa ini juga berlaku untuk hal sebaliknya kok.

Kedua, semua orang bilang yang penting hatinya. Memang benar hati atau kepribadian yang lebih penting, tetapi menurut gue kasus ini keseringan terjadi jika sudah mengenal dekat dengan waktu yang cukup lama. Barulah dikenal dengan nama cinta itu buta dan sebagiannya. Ketika kecocokkan ini muncul, ditambah umpan umpan lucu yang semakin menarik hati, semua poin tipe pria ideal itu akan dilewatkan begitu saja kok dan kamu seoranglah pemenangnya.

Overall, penampilan, fisik, hati, atau bahkan pendidikan dan kriteria lain sebagiannya, tetap saja semua hal tersebut tidak menjadikan segalanya lebih cepat dan mudah. Perlu proses lama untuk mengenali hatinya dan sangat tidak disarankan untuk terburu-buru, atau mengambil 'rejeki' yang ada.

Kenali dirinya, baru hatinya. Oke, sekian. Terima kasih.

Saturday, May 25, 2013

Only One

Seorang wanita berjalan anggun memakai gaun putih panjang asimetris tanpa lengan  berbahan satin. Tangannya memegang sebuket bunga dan ia berjalan selangkah demi selangkah menuju altar dimana seorang pendeta dan dua orang pria  telah menunggunya. Salah satunya adalah mempelai pria.

Broken this fragile thing now,
And I can't, I can't pick up the pieces

Sebuah undangan bertinta emas mengukir inisial nama kedua pengantin, mengumumkan kabar bahagia bersatunya kedua insan yang telah tertulis di kitab Tuhan. Disebelahnya terdapat bingkai foto menggambarkan potret sepasang kekasih yang sangat bahagia. Mereka tersenyum di foto itu. 

Here I go, scream my lungs out and try to get to you,
You are my only one,
I let go, there's just no one that gets me like you do,
You are my only, my only one

Ia menyandarkan tubuhnya di bahuku. Sengaja kurangkulkan tangan kananku ke bahunya agar jarak kami semakin dekat. Aku tidak akan melepasnya, aku sangat menyayanginya. Aku mengambil kameraku dan memotret kami berdua. Ia bahagia sekali melihat selembar foto keluar dari kameraku.

"Kita harus membingkainya! Kita berdua serasi sekali."

Made my mistakes, let you down,
And I can't, I can't hold on for too long,

Malam itu hujan deras. Kami bertengkar hebat di dalam mobil. Ia mulai meneriakiku dan mulai mengancam akan lompat dari mobil jika aku tidak berhenti. Ia sungguh salah paham, sepele sekali ia marah hanya karena aku membatalkan makan malam hari ini. Tetapi aku tidak salah, aku sendiri melihat pesan masuknya bermesraan dengan seorang pria. Ini bukan yang pertama kalinya, aku sudah tidak tahan dengan moodnya yang naik turun.

And something's breaking up,
I feel like giving up,
I won't walk out until you know

Pintu kamarku diketuk. Kudengar suara orang yang sangat aku kenal. Dengan gontai aku membuka pintu dan kutemukan kakak laki-lakiku memelukku dengan semangat. Ia menunjukkan jari tangan kanannya, melingkar sebuah cincin emas berwarna putih. Aku membalas pelukannya dengan ucapan selamat. Aku bahagia sekali.

"Jadi, siapa wanita beruntung ini?"

Kakakku menarikku keluar menuruni tangga. Ia mengajakku ke ruang tamu, kulihat dari jauh ibuku sedang berbicara dengan seorang wanita yang memunggungiku. Aku yakin ia calon kakak iparku. Ia membalikkan badannya dan tersenyum ke arahku. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi pucat.

Here I go, so dishonestly.
Leave a note, for you my only one,
And I know, you can see right through me
So let me go,
And you will find someone

Ia adalah wanita yang dibingkai foto bersamaku.


Aku berdiri di altar, melihatmu berjalan perlahan di atas karpet merah menuju ke arahku. Hari yang selalu aku impikan, bersumpah setia di rumah Tuhan dimana cinta kita akan bersatu selamanya. Namun aku tahu, pria disampingku ini memimpikan hal yang sama denganku. Ia akan melindungimu dan mendampingimu. Tempatmu berbagi dan berkeluh kesah, seseorang yang akan dipanggil ayah oleh anak-anakmu. Ia akan mencintaimu seperti aku mencintaimu, atau bahkan lebih. 
Selamat berbahagia sayangku, kakak iparku.

Here I go, scream my lungs out and try to get to you,
You are my only one,
I let go, there's just no one, no one like you
You are my only, my only one
My only one,
My only one,
My only one,
You are my only, my only one

Yellowcard. Only one.


Lelaki Dalam Angan

Sebuah mall. Besar. Elite. Penuh lampu gemerlap.
Sedikitnya sepuluh pasangan yang melewatiku melirik ke arahku. Apa ada yang salah denganku? Aku menoleh ke gerai brand mewah di sebelah kananku yang sedikit memantulkan bayanganku saat ini diantara manekin-manekin yang memeragakan baju mewah seharga Rp 699.000 dengan tulisan Sale besar di kaca etalase. Kudapati seorang wanita muda dengan t-shirt kebesaran, celana jeans dan sepatu keds kesayangannya yang nampak kumal. Itu aku. Sedikit menyedihkan sepertinya berjalan sendirian diantara kalangan atas yang sangat berbeda jauh dengan gadis biasa sepertiku. Seorang lelaki berkemeja biru tua dengan lengan digulung sampai ke siku keluar dari arah kamar kecil dan menghampiriku yang masih terhipnotis dengan pakaian-pakaian yang terpajang di etalase.

"Kenapa? Kamu mau satu?" tanyanya membuyarkan lamunanku yang sedang membayangkan memakai pakaian itu. Aku menoleh ke arahnya, melihatnya tersenyum dan bersiap mengajakku masuk ke toko itu. Aku hanya menggeleng. Ia kemudian merangkul dan mengajakku berjalan keluar sambil membisikkan sesuatu. "I love you."
***

Malam. Warung tenda pinggir jalan. Seafood kesukaanku.
"Kamu senang malam ini?" tanyanya setelah mengelap sisa-sisa saus dimulutnya dengan tisu.

"Tentu saja, aku selalu senang bersamamu." jawabku bersemangat.

Ia tersenyum dan kemudian menggeser bangku plastiknya semakin dekat ke arahku. Ia lelakiku selama tiga tahun. Aku sangat menyayanginya. Ia membiarkanku bersandar sebentar di bahunya yang tegap. "Jangan pergi."

***

Tengah malam. Mobil. Perjalanan pulang.
"Kamu besok datang lagi kan?" tanyaku memandangnya penuh harap.

"Aku kurang yakin akan besok, bahkan hari seterusnya...."

"Kenapa? Besok hari ulang tahunku. Kamu ingin memutuskanku sekarang?"

"Karena itu, besok kamu sudah 20 tahun. Sudah tidak sepantasnya lagi aku menemanimu. Kamu tidak bisa terus-terusan begini..."

Aku terdiam. Aku tahu hal ini akan terjadi, namun aku tidak akan menyangka sejelas ini. Ia meminggirkan mobilnya dan mulai berbicara kepadaku.

"Aku tahu kamu tidak menyadari bahwa aku tidak pernah datang akhir-akhir ini. Itu karena kamu sendiri. Perlahan akupun akan hilang diingatanmu. Kamu harus menghadapi yang sebenarnya sayang, kamu tidak bisa terus-terusan bersembunyi di balik aku...."

Ia terdiam sesaat. Aku menunggu ia melanjutkan pembicaraannya. Ia sedikit tercekat.

"Aku bahkan tidak nyata...." lanjutnya lagi dengan suara lirih.

"Tidak bisakah kamu muncul di dunia nyata? Dan kembali bersamaku? Aku sungguh tidak ingin kehilanganmu..."

"Aku ada, aku akan selalu ada untukmu. Hanya saja mungkin kamu tidak megenali aku. Di duniamu aku mungkin berbeda, tidak tampan atau kaya, dan itu yang membuatmu mengabaikanku. Aku saat ini hanya angan-angan lelaki sempurnamu yang tidak akan menjadi nyata. Sebentar lagi kamu akan bangun dan melupakan hampir semua kejadian malam ini. Aku mungkin tidak akan muncul lagi dalam mimpimu. Selamat tinggal, selamat menempuh kehidupan nyata, sayang."
***

Pukul 05.00. Aku terbangun dan merasakan kepalaku sedikit pusing. Sebuah kebiasaan untukku mengingat apa yang aku mimpikan semalam. Aku berusaha keras mengingat, aku yakin terjadi sesuatu. Sial, aku tidak dapat mengingatnya! Aku yakin aku bermimpi makan seafood semalam. Sedikit kesal tidak dapat mengingat apa-apa, aku mengecek telepon genggamku. Sebuah pesan singkat menunggu dibaca.

Selamat ulang tahun wanita tiga tahunku.

Aku mengernyit. Ini siapa?


Alarmku berbunyi nyaring dan menggema di seluruh penjuru kamar. Aku segera terbangun. Bukankah tadi aku sudah bangun? Aku mengingat-ngingat mimpi singkatku dan langsung mengecek telepon genggamku. Sekitar dua puluh pesan singkat memenuhi kotak masukku yang berisi ucapan selamat ulang tahun, tetapi tidak ada satupun pesan aneh yang tadi.

Ah, pasti yang tadi aku mimpi.

Sunday, May 12, 2013

When Love Says Hello

Aku berjalan-jalan sendirian di sebuah mall. Kalian sepenuhnya benar apabila menebak aku jomblo, tetapi perlu diingat aku tidak mengenaskan. Aku sudah cukup muak dengan laki-laki, oke setidaknya untuk saat ini. Membanggakan diriku yang berubah cukup drastis karena pengkhianatan mantan terakhirku, berjalan tegak selama satu tahun dan mendadak menjadi sok hebat dalam membicarakan hubungan orang-orang. Mengabaikan perasaanku sendiri yang sebenarnya takut tidak dapat membuka hati lagi. Sungguh, aku bisa bersumpah aku masih menyukai laki-laki! Hanya saja aku rasa ketampanan mereka tidak cukup menggugah hatiku untuk maju, Aku cukup bisa menilai mereka tampan, mereka baik, mereka perhatian, tanpa berani untuk mengartikan lebih atau bahkan lebih tepatnya menjauhkan pikiranku dari hal-hal yang mengarah kesana.

Aku menatap gelas plastik iced chocolate-ku yang sudah hampir kosong, satu seruputan terakhir dan aku akan pergi dari gerai ini setelah selama setengah jam duduk sendiri tanpa melakukan apa-apa selain melihat orang-orang--atau mungkin pasangan--yang berseliweran dan membalas chat messenger dari seorang teman selama sepuluh menit terakhir. Dan pasangan sweater merah tepat disampingku ini sepertinya tidak bosan-bosannya mengambil foto mereka yang aku yakin telah mereka bagikan ke akun jejaring sosial mereka dengan hastag-hastag lucu. Ah, jangan ingatkan aku bahwa mereka bahkan mengambil gambar makanan dan minuman mereka sebelum disentuh. Aku menarik nafas panjang dan mulai melihat beberapa pasangan melewatiku. Aku hanya tersenyum sambil memikirkan bahwa kisah cintaku nanti haruslah hebat. Menurutku pasti hebat seseorang setelah ini yang dapat membuatku jatuh cinta setelah hatiku hampir mati sampai sekarang ini. Mungkin aku bisa memilih adegan seperti tidak sengaja bertemu di mall seperti ini atau bertabrakan seperti adegan di film-film. Dia bisa teman kampusku, sahabatku selama ini, atau bahkan tidak menutup kemungkinan mantanku. Aku menahan diri untuk tidak tertawa mengingat pikiran-pikiranku yang konyol sampai akhirnya dia--teman chat selama sepuluh menit terakhir--mengirimkan pesan lagi.

'Pulang. Udah malam. Nanti diculik loh. Ga baik jomblo sendirian sampai jam segini :D :p'

'Yaampun perhatian banget sih, makanya jemput dong :p'

'Kalo gue jemput dapet apa? :p'

'Gue ga punya apa-apa nih, cuma punya hati doang, udah lama ga diisi. Hahaha'

'Oke, gue ambil. Yuk sekarang pulang. I'm behind you.'

Aku langsung menoleh ke belakang. Ia berdiri agak jauh dari tempat dudukku dan kemudian melambaikan tangannya ke arahku. Aku tidak dapat menahan senyumku. Sial, aku langsung suka padanya.


"Just give me a reason,
Just a little bit enough,
We're not broken just bent,
And we can learn to love again."

Saturday, April 20, 2013

I Love You

Aku tidak dapat menahannya lebih lama lagi, aku harus segera mengungkapkan perasaanku padanya. Aku sudah bosan  mengintip di balik gorden dan melihat dirinya yang berjalan anggun melewati rumahku. Aku sudah bosan hanya menunggu berjam-jam di depan rumahnya tanpa berani masuk dan menyapa. Aku sudah bosan berpura-pura tidak tertarik padanya ketika kami tidak sengaja berpapasan di jalan. Ah, mengapa ia begitu cantik? Aku sudah mengaguminya sejak ia pindah ke sebelah rumahku tiga bulan lalu, tetapi aku begitu pengecut untuk mendekatinya.

Baiklah, aku akan mengatakannya hari ini. Aku tidak peduli jika berita ini akan menyebar, yang aku tahu aku akan menderita dan menyesal seumur hidupku jika tidak melakukannya. Aku segera menyiapkan hal-hal manis untuknya, sepotong coklat dan bunga. Aku menarik nafas panjang dan mulai berjalan gagah menuju rumahnya. Ini akan menjadi peristiwa yang sangat bersejarah!

Aku menunggu di depan rumahnya. Satu menit, lima menit, ia tidak kunjung keluar dari rumahnya. Sepuluh menit, aku mulai berkeringat dan merasa hal ini tidak akan berhasil. Aku sudah putus asa, dan memutuskan untuk pergi di menit kelimabelas ketika pintu rumahnya terbuka. Ia berada di hadapanku dengan kecantikannya yang membuatku memikirkannya setiap hari.  Ini saatnya, aku akan mengatakannya bahwa aku mencintainya.

"Guk!"

"Meow!" ujarnya sambil pergi berlari memasuki rumah.

"Devon! Anjingmu ada di rumahku, ia menakuti kucingku!" majikannya pun berteriak memanggil majikanku yang dengan segera muncul untuk mengambilku. Oke, aku sudah yakin ini akan terjadi. Selamat tinggal cintaku!

Sunday, April 7, 2013

kepada dirimu, untuk kita

Halo, aku di masa datang.
Ini aku, dirimu sendiri yang berumur 20 tahun dan masih bimbang dengan masa depanmu. Aku harap kamu bisa membaca ini disaat yang tepat. Saat aku menulis ini, kamu sedang berjuang menyelesaikan tugas akhirmu dan magang yang tinggal sebulan lagi. Sidang dan wisuda sedang menantimu, dan kau sedang terus-terusan mengeluh mengenai sikap pembimbingmu. Ketika kamu membaca ini dan ternyata atasanmu sangat menakutkan, ingat kembali detik-detik dimana kamu menangis hanya karena sedikit kritik yang tidak bisa kamu terima. Aku harap kamu sudah lebih dewasa sekarang, dan menyikapi kritikan dengan bijak.

Halo, penulis atau editor.
Aku rasa kamu akan membaca ini saat kamu sedang suntuk dengan kerjaanmu dan mulai iseng kembali melihat-lihat blogmu. Blog yang berisi tulisan-tulisan absurd dan kamu akan tersenyum sendiri membacanya. Ingat kembali mimpimu, jika kamu berhasil menjadi penulis atau editor, aku ucapkan SELAMAT! Akhirnya kamu berhasil menemukan passion-mu.

Halo, manajer keuangan,
Jika benar sekarang kamu manajer keuangan, aku tidak bisa berkata-kata. Mengingat diriku sekarang ini mulai meragukan mengenai pekerjaan itu. Tetapi selamat, dan kamu benar-benar hebat. Aku tidak sabar mendengar ceritamu untuk sampai ke titik ini. Dan aku harap kamu adalah manajer keuangan yang baik, yang dekat dengan bawahanmu, baik hati, ramah, dan tidak sombong, rajin menabung dan tidak pelit.

Halo, ibu,
Bagaimana rupa suamimu? Bagaimana anak-anakmu? Apakah hidupmu bahagia sekarang? Masih sukakah kamu dengan drama-drama korea? Atau bahkan sekarang kamu telah berhasil menikahi pria asia timur sesuai dengan impianmu dulu? Aku akan membiarkanmu tersenyum sendiri saat membaca ini.

Ah iya, apakah kamu masih suka menggambar? Bagaimana levelnya? Sudah meningkatkah sekarang? Aku harap sudah, aku harap kamu sudah menghasilkan sebuah karya besar.
Apabila ketika kamu membaca ini, keadaanmu tidak sesuai dengan yang aku sebutkan di atas, aku harap kehidupanmu lebih baik dan aku tidak sabar mendengarnya. Kalaupun misalnya tidak, aku harap kamu merasa bangkit lagi untuk mengingat-ngingat mimpimu ini. Saat aku menulis ini, usiamu sudah 20 tahun dan aku rasa mimpimu sudah mulai stabil dan imajinasimu mulai memudar sedikit demi sedikit. Walaupun aku harap kamu masih akan menyukai film kartun dan sepatu hightop. Yeah!

Jaga dirimu baik-baik, syukurilah apa dirimu sekarang. Aku harap Tuhan selalu menjagamu.


Salam,
dirimu yang berumur 20 tahun.

p.s: bagaimana dengan dnvnlilo? ah, aku hanya ingin mengingatkanmu saja :p

Saturday, April 6, 2013

01:01

Kulirik empat digit angka di layar ponsel. 01:01. Tidak perlu berhitung, aku sudah mengetahuinya dengan pasti. A, katanya sih begitu. Entah darimana dan bagaimana mulanya mitos itu berasal, tiba-tiba mereka bisa mengatakan bahwa jika melihat jam dengan angka kembar artinya ada seseorang yang merindukanmu. Konyol dan tidak adil, jika memang benar begitu, seorang X, Y, dan Z tidak pernah diperhitungkan karena tidak ada jam 24, 25 dan 26. Aku hanya senyum-senyum sendiri mengikuti permainan konyol ini, sambil menebak-nebak siapa gerangan ia. A, bisa siapa saja bukan?

Tersadar otak ini tidak menemukan titik temu, malah sedikit menyesal mengapa aku tidak melihat jam pada saat yang lain. Saat angka itu menunjukkan inisial namamu. Aku tidak beruntung, mungkin lain kali. Malu tetapi enggan. Perlahan namun tidak bisa ditahan. Sebuah nama menelusup di pikiranku, mengalahkan ratusan nama yang bisa aku ingat saat itu dan menggelitik semua indera di tubuhku. Senyumanku langsung mengembang.

Aku lupa, nama lengkapmu diawali dengan huruf A. Jadi, aku masih ada harapan?

Let me love you,
With all my heart,
You're the one for me,
You're the light in my soul,

Sunday, March 31, 2013

aku dan TUHAN


August 5th
Aku mengetuk pintu-Nya, aku ingin berecerita. Aku datang menggunakan piyama, sehabis mandi rambutku masih acak-acakkan tidak kusisir. Aku yakin Tuhan akan menyambutku dengan ramah, walaupun mungkin aku tidaklah suci dan penuh dosa, aku yakin Tuhan akan tersenyum mendengarkan. Aku kira disana akan baik jika ada segelas susu karena aku suka sekali susu. Susu itu tidak akan pernah habis selama aku bercerita dengan-Nya, dan aku juga ingin ada kue coklat. Aku yakin Tuhan mengizinkan, dan Ia akan mendengarkanku sambil mengerjakan pekerjaan-Nya.

Pertama aku bersyukur kepada-Mu Tuhan, aku bersyukur atas semua hal yang Engkau beri hari ini. Dan kemudian aku mulai bercerita tentang hari ini. Aku mulai bercerita dari pertama aku bangun tidur, ke kampus, mengerjakan tugas, lalu kembali ke rumah, rutinitas seperti biasa. Aku yakin Engkau sudah mengetahui, tetapi lebih baik jika Engkau mendengar langsung dariku. Sudah ketiga kalinya aku meneguk susu, namun aku masih semangat bercerita. Aku menahan diri untuk tidak memakan kue cokelat yang kelima kalinya, dan perlahan aku tersipu menyebut nama dia. Aku bercerita bahwa aku senang sekali mulai dekat dengan dia, aku senang dia selalu mengirimkanku pesan singkat. Aku merasa bahagia sekali. “Tuhan jaga dia, aku ingin tetap bersamanya.” Tuhan hanya tersenyum.

August 10th
Aku berlari, bahkan aku melupakan tata kramaku, aku terlalu bahagia, aku sudah tidak sabar bercerita dengan-Mu lagi Tuhan. Aku langsung meneguk banyak susu yang tersedia, aku terlalu bersemangat. Tuhan, ia menyatakan perasaannya kepadaku, dia juga menyukaiku, aku bahagia sekali Tuhan. Tuhan terima kasih, Engkau yang terbaik!

September 1st
Tuhan, terima kasih, ia memberiku bunga hari ini. Aku bahagia. Dan aku telah menyelesaikan ceritaku itu tanpa menyentuh segelas susu maupun kue cokelat.

November 20th
Air mataku memenuhi mataku, aku menemui-Mu dengan keadaan yang begitu payah. Tuhan, mengapa? Mengapa ia mengkhianati cintaku? Mengapa? Aku salah apa Tuhan? Aku memberikan ia semuanya, aku begitu tulus mencintainya, tetapi mengapa ia membuatku sedih seperti ini? Apa ia tidak tahu apa yang telah aku lakukan untuknya? Mengapa Tuhan?


November 25th
Terima kasih Tuhan, kami telah baikan. Tadi aku baru saja bertemu dengannya, ia memelukku. Aku bahagia.

Januari 5th
Aku menangis, aku berlutut. Susu dan kue cokelat menatap kepadaku. Aku sama sekali tidak tertarik. Tuhan, hubungan kami berakhir. Mengapa sesingkat ini Tuhan? Mengapa? Aku salah apa? Mengapa Engkau biarkan kami bersama jika harus seperti ini akhirnya. Aku sakit. Tuhan hanya tersenyum

Maret 3th
Tuhan! Dia sudah bersama orang lain sekarang! Mengapa?

April 8th
Aku mengetuk pintu Tuhan, aku mengenakan pakaian yang sangat cantik. Dan aku yakin Tuhan masih mau menerimaku. Susu dan kue cokelat, betapa aku bahagianya. Aku duduk dan mulai menyusun kata kata. Terima kasih Tuhan. Engkau menyadarkanku. Engkau memang yang Maha Segalanya. Engkau telah menyusun semua ini dengan baik. Enam bulan lebih aku melewati ini, Engkau berikan kesenangan, kesedihan bahkan sakit hati yang amat mendalam. Kau membuatku mempertanyakan kekuasaan-Mu Tuhan, maaf aku salah, Aku memang sangat tidak sabaran. Namun sekarang aku sadar akan semua hal Tuhan, Engkau sutradara yang sangat hebat! Engkau membuatku belajar. Aku belajar mengikhlaskannya, aku belajar tidak memaksakan kehendakku, dan Engkau mengajarkanku untuk emlihat hal lain yang baik disekitarku, keluarga dan teman. Mereka penting, mereka yang mendukungku selama ini. Aku mohon jaga mereka Tuhan, jaga mereka yang selalu membuatku tertawa. Jaga mereka dengan baik. Sayangi mereka Tuhan. Terima kasih! Dan maafkan aku perlu waktu lama untuk menyadarinya, Engkau yang terbaik! Terima kasih!


Oh iya, terimakasih Tuhan atas susu dan kue cokelatnya, aku akan kembali lagi.

Thursday, March 14, 2013

setiap pukul lima pagi

"Sayang, bangun! Ini sudah pukul lima, nanti kamu terlambat!"

"Ah,"

"Sayang, cepatlah bangun! Lihat mama sudah menyiapkan sarapan di meja. Apakah kamu tidak mencium aroma wangi roti isi keju kesukaanmu? Bahkan ada segelas susu cokelat yang siap menghangatkan tubuhmu pagi ini."

"Ah!"

"Hei ayolah sayang, bangun! Lima menit lagi kau akan terlambat...."

Dan kemudian dengan sebuah gerakan tangan, suara dengungan di telinga pun berhenti. Seekor nyamuk mati lagi pagi ini.


kita tidak pernah tahu apa yang nyamuk coba bisikkan
di telinga pada saat kita saat tidur

Monday, March 11, 2013

MENTAL VIP!

AAAAAAAAAAA! It’s really fun to start this with scream out loud hehehe. Okay, this is my first concert! Yeaah, less than my expectation. Menurut gue sih promotornya kurang profesional karena mengganti seat plan H-8. Kemudian muncul prioritas festival standing dari salah satu provider telekomunikasi, dan space buat festival standing minim sehingga sebagian besar festival adalah duduk. Ricuh, kecewa, marah-marah. Saat itu benar-benar gila mendengar umpatan-umpatan dari beberapa fans yang menyumpah serapah akan loncat ke bawah. Tapi buat gue hal itu ga masalah. Ya mungkin karena gue ga terlalu berharap banyak, gue suka semuanya dan tidak terlalu tergila-gila. Cukup jauh memang jarak tempat gue duduk ke panggung sehingga memang mengharuskan gue untuk melihat dari layar. But overall, i’m having fun! Dan alhamdulillah gue benar-benar dimudahkan banget dalam menonton konser itu walaupun kena macet di tol selama sejam.

Dari Depok berangkat setengah dua, sampai sana setengah lima, kemudian sedikit mengantri, jam lima berdiri di depan gate, ricuh, ricuh, ricuh, ricuh, kemudian beralih ke festival seat, menunggu, menunggu, menunggu, sampai jam delapan acara pun dimulai. Selesai acara setengah dua belas, langsung menuju parkiran yang berlawanan arah dan bayar parkir sebesar tiga puluh ribu rupiah, dan keluar begitu saja dari GBK tanpa perlawanan macet. Walaupun salah jalan, dan sedikit menyeramkan karena menurut gue jalanan sepi banget malem itu, hampir menuju sunter dan sampai dengan selamat sekitar jam setengah dua di Depok. Dan sedikit kecewa karena konser itu ga menyisakan apa-apa di benak gue, but sure I CAN FORGET TUGAS AKHIR FOR A WHILE! gue bahkan melupakan bahwa gue adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang hari senin esok harinya harus kembali melintasi kota dan kabupaten untuk bertemu pembimbing dan magang.

 I quoted this for my first concert experience:
Tiket festival, kenyataan seperti tribune, but we have VIP’s mental!”

Jadi, menurut gue yang paling penting dan perlu digarisbawahi adalah MENTAL VIP! Karena ketika marah-marah malah membuat harga tiket sebesar sembilan ratus ribu itu terbuang sia-sia, just shut up your fvckng mouth and enjoy the show! Ya akhirnya sih saat acara dimulai, fans yang menyumpah serapah itu terdiam dan mulai berteriak-teriak menikmati acara. Jadi, kesimpulan gue ketika menonton konser, apapun tiket yang dibeli, apapun kenyataan yang didapatkan, adil ataupun tidak, setiap orang punya rejeki masing-masing, dan mental harus tetap mental VIP! :D

Shinee, Sherlock perform

2PM, photo session :3


#MUBANKJKT