Wednesday, June 19, 2013

Terlalu Banyak

Terlalu banyak cerita dalam satu hari.

Enam belas Juni tahun dua ribu tiga belas.

Kerinduan selama tiga tahun digantikan selama satu hari. Otak mulai dipaksa mengingat kejadian-kejadian yang kemudian membuat senyum mengembang, mengundang tawa dan rindu yang semakin mendalam.

Mengharap kejadian itu bisa diulang walaupun kami tahu itu hal yang paling tidak mungkin terjadi di dunia ini.

Tidak banyak yang berubah dari kami. Beberapa hal berjalan sesuai dengan seharusnya, beberapa yang lain tidak.

Kembali belajar melihat sisi lain dari kehidupan. Kembali belajar dari orang lain, walaupun harus dengan mendengar hal yang seharusnya bukan urusan kami.

Menjalin kembali kebersamaan yang sempat terputus tiga tahun lalu. Menyambung benang-benang kenangan menjadi sebuah cerita baru.

Menumbuhkan mimpi dan harapan bahwa kami masih bisa.

Kami masih jagoan!

terhubung dengan (dulu) Kami Jagoan!

Alasan

Kia menatap lemarinya kesal. Bukan, kali ini bukan karena ia tidak bisa menemukan baju yang akan dipakainya hari ini. Melainkan matanya terpaku kepada sebuah jaket berwarna biru tua yang tergantung di lemarinya. Dan yang paling menyebalkan Kia masih dapat mencium wangi parfum yang menempel di jaket itu walaupun ia sudah mencucinya. Wangi yang selalu mengingatkan ia pada seseorang walaupun sudah setahun lebih lamanya.

"Dek, itu jaket temennya ga dibalikin?" tanya mama seakan dapat membaca pikirannya.

"Biarin aja, Ma, orangnya juga gamau ngambil kok."

Kia kembali menutup lemarinya dan mengunci rapat seakan ia tidak ingin mengingat apapun tentang orang itu lagi.


"Der, masih sering ketemu Farhan ga?" tanya Kia saat Derry berada di rumahnya.

"Kenapa, Ki? Kangen? Yaelah masih aja ngarepin dia. Katanya udah move on!"

"Bukan, gue mau balikin barang dia."

"Jaket? Masih aja tuh jaket sama lo, gue kira udah dibalikin."

"Dianya kaya gamau gitu sih berhubungan sama gue lagi. Guenya jadi males juga sama dia. Lo yang balikin dong, Der."

Kia kemudian mengambil jaket biru tua di lemarinya, melipatnya, dan dimasukkan ke dalam kantung plastik.

"Oke, nanti gue balikin kalo ketemu ya," ujar Derry saat ia menerima bungkusan plastik dari Kia.

Kia merasa lega telah memberikan jaket biru itu yang sudah bersarang di lemarinya selama setahun. Kia mulai melupakan pemilik jaket dan berusaha fokus ke setiap pembicaraan Derry yang sedang meminta saran menghadapi pacarnya. Tetapi tetap saja ada sedikit perasaan yang mengganjal ketika melihat bungkusan plastik yang dipegang oleh Derry dan kadang dipukul-pukul untuk meluapkan kekesalannya, sampai akhirnya Derry berpamitan dan Kia menahannya.

"Eh, gausah deh Der. Jaketnya sini lagi." Kia langsung mengambil bungkusan plastik dari tangan Derry. "Biar aja dia yang ke rumah gue, biar ada alasan untuk ketemu."


Thursday, June 6, 2013

Seorang Pengagum

Aku bohong besar ketika aku berkata aku tidak pernah sebahagia ini mengetahui bahwa kamu sudah tidak bersamanya lagi. Tentu saja ada hal lain yang lebih membahagiakan, tetapi jujur aku memang bahagia. Tidak ada lagi nama wanita di akun sosial mediamu dan sebuah senyuman mengembang di wajahku, sesederhana itu. Tetapi perkaranya tidak semudah seperti yang diungkapkan, kamu sama sekali tidak mengenalku. Apa sih yang bagus dari diriku? Aku tidak secantik wanita yang pernah singgah dihatimu, bahkan aku tidak punya keberanian mendekatimu terlebih dahulu. Aku tahu sih emansipasi, tetapi hanya melihatmu saja seakan nafasku berhenti sesaat. Aku terlalu senang malam itu sampai membawamu muncul ke dalam mimpiku.

Entah sebuah pertanda atau tidak, keesokannya aku diberi kesempatan bertemu denganmu. Padahal sebelumnya sangat jarang sekali aku dapat melihatmu hanya untuk sekedar lewat atau mondar-mandir di depanku. Satu menit melihatmu saja dapat membuatku menahan jeritan kegirangan, namun hari itu kamu berada di dekatku selama satu jam. Aku hanya bisa diam mematung menahan senyum dan malu yang membuncah ruah. Mungkin kalau kata orang aku salah tingkah. Dan sampai akhirnya aku berkenalan denganmu. Aku kurang yakin kamu mengingat namaku, perkenalan itu hanya formalitas karena temanku yang mengenalmu--secara tidak langsung--menyuruhmu. Walaupun begitu, berjabat tangan denganmu selama sedetik pun cukup membuatku sangat bahagia. Sangat bahagia.

Ah, terima kasih Tuhan, hatiku belum mati. Aku masih bisa merasakan perasaan ini :)

Sunday, June 2, 2013

(dulu) Kami Jagoan!

Pagi itu menjelang siang, aku memutuskan untuk menepati janjiku dengan dua orang temanku. Sekitar pukul setengah sebelas kami berangkat dari rumah salah seorang teman yang paling dekat dengan tujuan utama. Enam tahun lalu sudah berlalu kami meninggalkan tempat itu, tempat kami mengemban pendidikan sekolah menengah pertama dan tempat kami pertama kali bertemu. Tidak banyak yang berubah dari sekolah kami, hanya menambah satu tingkat dan sebuah masjid yang akhirnya rampung setelah sekian lama. Sedikit perubahan tata letak kelas sana sini, dengan beberapa tempelan mading dan piala yang--sepertinya--mulai dikumpulkan dalam rak-rak tinggi membentuk ruang piala tersendiri bagi sekolah kami. Dan alasan kami kesini kembali adalah untuk melihat latihan bela diri, karate, ya itulah yang menyatukan kami.

Aku sekarang tidak ingat bagaimana mulanya kami bisa membentuk sebuah perkumpulan--yang bahasa kerennya disebut geng--dengan mereka. Entah bagaimana mulanya dari sekian banyak anak baru sabuk putih membuatku--kami--memilih untuk bergabung. Lima wanita jagoan yang menamakan diri kami R.A.W.I.T seperti cabe. Aku masih ingat betul bagaimana cinta-cinta lucu kami kepada senior-senior, menangiskan hal yang tidak perlu, membenci satu sama lain karena suka dengan orang yang sama, marah karena hal-hal kecil, menguasai dan dikuasai. Kami masih SMP dan merasa kami yang paling mengerti segalanya, tidak ada yang salah dengan itu. Menulis dengan huruf besar kecil yang saat ini dibilang dengan sebutan alay pun pernah kami lalui. Sederhana saja saat itu, kami bertemu hampir setiap hari, bermain bersama, bercerita, kami bahagia dan teman selamanya. Namun, setelah lulus kenyataannya tidak seperti itu.

Sekolah Menengah Atas. SMA. Mereka bilang SMA adalah masa-masa paling indah. Tetapi bagi kami itu sebagai awal retakan pertemanan kami. Sibuk masing-masing, memiliki pemikiran masing-masing yang menentukan prioritas masing-masing. Kepercayaan mulai hilang satu persatu. Melupakan janji akan bertemu setiap satu bulan sekali, toh kenyataannya setahun sekali pun kami bersyukur sekali. Dan kami mulai malas mengajak satu sama lain untuk bertemu.

Sebutlah salah seorang temanku sepertinya masih sangat menghargai pertemanan ini. Pertemanan yang bisa kami sebut dengan sahabat namun kami tidak mengenal satu sama lain lagi. Untukku rasanya ini seperti mulai dari awal. Sulit sekali rasanya menaikan level pertemanan kami ke tingkat yang lebih tinggi, maksudku melebihi teman-teman kuliahku sekarang. Namun, aku senang kami mencoba untuk bertemu kembali. Aku senang sekali.

Semoga kami bisa menjadi jagoan kembali!