Saturday, February 23, 2013

rindu, kamu kemana?

Ada apa ini? Ada apa denganku? Mengapa rasa rindu ini pudar begitu aku melihat dirinya? Bukan, bukan karena rindu itu terbalas. Tetapi rasa ini hanya berganti kekosongan, menyisakan tanya apa yang membuatku merindukannya. Aku mungkin dulu pernah merasa takut akan kehilangan dirinya, tetapi kali ini semuanya berbeda. Pertemuan kami yang biasanya selalu aku nantikan, saling bertukar cerita, tertawa konyol bersama, kali ini digantikan oleh keheningan. Kami hanya saling bercerita sepatah, dua patah kata, dan kemudian kami menatap layar ponsel kami masing-masing. Mengapa jadi tidak menarik seperti ini? Apakah aku sudah bosan pada dirinya? Apakah saat ini jarak benar-benar memisahkan kami?

Tuhan, aku takut sekarang ini. Apakah aku benar-benar menjadi seorang dewasa yang individualis? Aku sekarang merasa kehilangan teman-temanku sedikit demi sedikit. Aku merasa hidupku sangat datar.

Tolong aku.

another surprise!

Aku pastikan diriku tidak bergerak sejak lima menit yang lalu ketika ia akhirnya meninggalkanku dengan sebuah kecupan manis di pipi. Aku menyandarkan tubuh di kursi lebih dalam. Ini mungkin akhir dari segalanya. Menelpon dia pun tidak memberikan jawaban yang lebih baik, bahkan lebih buruk. Ia mencaci makiku di telepon alih-alih menjawab pertanyaan terakhirku. Tiba-tiba sambungan terputus meninggalkanku yang masih dihujani pertanyaan 'apa yang harus aku lakukan?'
Gelas ketiga. Entah apa yang ada dipikiran pelayan wanita itu yang mencatat pesananku sebanyak tiga kali dalam 40 menit terakhir. Aku tidak akan mabuk dengan minum tiga gelas kopi kan?

"Papa!" teriak seorang anak kecil berlari ke arahku. Setengah sadar dan terkejut akhirnya aku menyadari anak laki-laki yang berambut ikal itu memang benar anakku. Jika dia ada disini, berarti......

'Plak!' sebuah tamparan keras menyadarkanku akan kehadiran dia. Mantan istriku.

"Apa saja kerjaanmu selama dua tahun ini sih? Kok bisa-bisanya kamu tidak mengawasi hubungannya?"

"Hei, mereka berpacaran setelah kita memutuskan untuk berpisah. Aku juga tidak tahu hubungan mereka akan selama ini."

"Kenapa kamu tidak cerita padaku?"

"Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa aku tidak boleh menghubungimu lagi?"

Ia terdiam, menggigit bibirnya kesal. Ia duduk dihadapanku dan membiarkan anaknya, ehem anakku, duduk dipangkuanku. Usianya baru lima tahun.

"Tadi dia bertemu denganku di jalan, ia menceritakannya juga. Makanya aku tau kamu ada disini." ujarnya sambil melihat ke arah luar. Aku tahu ia sedang menahan malu karena akhirnya ia yang memutuskan untuk bertemu denganku. "Aditya seperti apa sih orangnya? Kamu sudah bertemu dengannya?"

"Sudah, dia baik, cukup tampan, mapan, dewasa, usia mereka terpaut tiga tahun. Ideal."

"Jadi, kamu menyetujuinya?"

"Setuju, hanya saja aku tidak tahu harus menceritakan rahasia ini bagaimana. Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa reaksinya jika ia tahu bahwa aku bukan kakaknya."

"Haruskah? Kenapa harus ada kejadian seperti ini ketika aku ingin menikah!"

"Menikah lagi? Siapa? Jangan bilang Admiller...."

Ia terdiam. Dugaanku benar, ia memang ada affair dengan bosnya. Alasan yang membuat kami bercerai sekarang benar-benar nyata. Aku sudah siap memakinya dan berencana mengulang pertengkaran terakhir dua tahun lalu. Gerakan mendadak anakku membuatku sadar bahwa aku tidak mungkin memakinya disini. Aku segera menarik tangan anakku ketika ia mencoba meraih gelas kopiku yang masih tersisa sedikit.

"Kamu akan bilang apa pada dia?" tanyaku melirik pada anakku yang sekarang sedang mengutak-ngatik handphoneku.

"Bukan urusanmu, aku akan mengurusnya nanti." jawabnya sambil melirik handphonenya. "Aku harus pergi, aku sudah dijemput. Kita akan membicarakan hal ini nanti. Dandy, ayo kita pulang!"

Anakku memelukku erat, aku hanya bertemu dengannya sebulan sekali. Perlu dicatat, aku hanya bertemu anakku, bukan mantan istriku. Anakku mulai merajuk tidak ingin pergi.

"Ayo pulang, besok main lagi sama papa." bujuk mantan istriku sambil mengangkatnya dari pangkuanku.

"Besok pasti papa pelgi ke Amelika lagi. Emang Amelika ada apa sih pa? Kok Dandy ga diajak?"

Aku tersenyum tipis memainkan sandiwara ini. Kami sepakat untuk memberitahunya bahwa aku kerja di luar negri. Ketika waktunya anakku bertemu denganku, aku akan menjemputnya di rumah mantan mertuaku.

"Iya, kapan-kapan papa ajak Dandy kesana deh, sekarang pulang dulu sama mama."

"Tuh kan, nanti Dandy diajak papa pergi juga. Sekarang pulang yuk, main sama Kak Renald, Kak Renald udah jemput Dandy di depan."

"Renald? Apa dia anaknya Admiller? Jadi hubunganmu benar-benar sudah seserius ini? Cih!"

"Aku sedang tidak ingin bertengkar."

"Enald!" teriak anakku ketika seorang laki-laki masuk ke gerai kopi tempat kami berada dan langsung menghampiri kami.

Tapi tunggu.....

"Aditya?"

baca juga sebenarnya aku..... 

Thursday, February 21, 2013

sebenarnya aku....

Ia datang. Ia melambaikan tangan padaku dan langsung duduk dihadapanku. Seperti biasa, ia cantik, aku bahkan suka saat ia mengikat rambutnya saat ini sehingga dahinya menjadi sangat 'terlihat'. Aku suka saat ia mulai memanggil nama belakangku, karena hanya ia yang memanggilku begitu. Ia tersenyum-senyum ke arahku sambil melihat sekeliling dan mulai mendekatkan wajahnya ke arahku. Ia menyuruhku mendekatkan telinga ke bibirnya yang aku yakin baru saja ia pakaikan pelembab. Aku tahu, rasa lemon.

"Apapun yang kamu dengar ini adalah rahasia, kamu orang pertama yang tahu, bahkan sebelum mama dan Kak Renata. Pastikan jangan berteriak, sekarang pelan-pelan lihat ke tanganku, ini kejutan!"

Aku melirik ke tangannya yang ditangkupkan ke tangan kiriku, sebuah cincin melingkar di jari manisnya. Jeritanku tertahan, ia tersenyum bangga. Aku menatapnya lekat-lekat, dan menahan diri untuk tidak menamparnya. Ini sudah gila!

"Kapan?" pertanyaan itu meluncur begitu saja mengalahkan sejuta kata yang ingin berebut keluar dari mulutku.

"Baru saja, tadi dia kesini menemuiku, tetapi ia tidak dapat bertemu denganmu karena ada kerjaan. Ia menitipkan salam untukmu, dan kamu tidak boleh memberitahukan ke orang lain dulu. Aku ingin ini benar-benar menjadi sebuah kejutan."

"Kamu kira mama setuju? Kuliah saja belum selesai, jangan bilang bahwa kamu....."

"Tidak! serius, aku tidak hamil! Berhubungan saja tidak! Ini kan hanya cincin biasa, ya memang sih dia rencana melamarku secara resmi dalam beberapa bulan ke depan. Aku harap kamu setuju, bukankah kamu senang jika Aditya menjadi adik iparmu? Kalian memiliki kesukaan yang sama, kalian berdua benar-benar lelaki terbaik yang aku punya!"

Ia kemudian meninggalkanku dengan sebuah kecupan di pipi. Manis, membuatku ingin memeluknya dan tidak melepaskannya. Aku menerawang, berpikir keras, meyakinkan diri bahwa hal ini akan baik-baik saja. Aku mengambil ponselku dan mulai menelusuri nomor di kontak. Dengan sedikit berat, aku menekan tombol 'panggil'. Ada orang lain yang harus mengetahui hal ini. Aku menghela nafas panjang saat mendengar suaranya kembali, setelah sekian lama....

"Hai, ternyata nomormu belum berubah ya?.... Apa kabar?.... Iya, aku masih ingat kok untuk tidak menghubungimu lagi..... Tunggu, ini penting! tolong jangan tutup dulu telepon dariku.... Aku hanya ingin memberitahumu, Aila bertunangan.... Belum secara resmi, ya kiranya tahun depan ia berencana menikah.... Jadi, kamu mau datang?...... Tentu, aku jadi walinya karena papa sudah tiada.... Tidak, dia belum tahu.... Tidak, dia baik-baik saja, dia tidak melakukan kesalahan seperti kita delapan belas tahun yang lalu.... Jadi kamu akan datang ke pernikahan anak kita kan?"


dear @tiaratirr

Malam itu lelah seperti hari-hari sebelumnya, menempuh perjalanan lintas kota dan kabupaten. Lelah. Muak. Dikejar deadline  laporan manajerial dan tugas akhir. Betapa rasanya ingin melemparkan tubuh ke kasur, dan menangis, berharap segera wisuda dan melewatkan tiga bulan magang ini. Namun, aku bisa melihat sesuatu yang berbeda di meja belajarku yang penuh dengan tumpukan barang-barang yang entah dari berapa lama tidak bergerak dari tempatnya. Sebuah surat! Ya, benar-benar surat dari kertas di dalam amplop berwarna cokelat dan terdapat materai, juga cap pos. Ini pertama kalinya untukku. Aku benar-benar memegang sebuah surat! Tiba-tiba aku merasa bebanku terangkat sedikit, merasa bahagia, bangga dan sedih secara bersamaan. Terimakasih!


dear @tiaratirr, maaf sementara harus menulis lewat blog,
maaf aku curang! tapi nanti aku akan mengirimkan surat juga untukmu,
serius, aku akan berusaha!
yaa, mungkin aku terlalu banyak mengucapkan janji pada diriku sendiri,
seperti janjiku yang ingin secepatnya menyelesaikan tugas akhir setiap
pulang magang yang berakhir dengan berbaring di kasur,
tetapi aku harap kamu tidak keberatan,
aku minta maaf sekali!
terima kasih :')

salam maaf dariku,

Thursday, February 14, 2013

February 14th

HAPPY BIRTHDAY MOM!
terima kasih atas sarapan paginya,
terima kasih atas semua baju yang disetrika,
terima kasih atas waktu untuk tertawa menonton korea bersama,
terima kasih atas doa-doanya,
terima kasih atas waktunya menungguku pulang,
terima kasih atas masakannya walaupun cuma sekedar telur goreng,
terima kasih atas segalanya! :D


happy birthday. mama. makin kece. makin sabar.
sukses. dunia akhirat. ibu terbaik. love you.
icha. adit. tyas. <3

Friday, February 8, 2013

kapan naik levelnya?

Sungguh aku sangat berharap ini sebuah bakat! Bukannya membanggakan diri, tetapi sejak kecil sepertinya sudah terlihat bahwa aku memiliki hal yang baik mengenai menggambar dan menulis. Ya walaupun selama dua puluh tahun ini aku belum bisa menghasilkan sebuah karya hebat, atau mungkin bisa dibilang kemampuanku ini merangkak dan masih saja di level amatir. Kerjaanku itu dulu paling ga betah ngeliat halaman kosong, pasti aku iseng buat ngegambar, walaupun itu cuma bulet, ada dua titik, sama lengkungan. Dan terus berlanjut seperti itu, sampai ada di satu titik dimana aku mulai fokus belajar dan tidak lagi mencoret-coret buku, baik punya sendiri maupun punya teman sebangku. Kemudian menulis, entah karena aku tipe yang dreamer akut mungkin jadi aku suka nulis tentang cerita-cerita. Yah mungkin faktor paling utama adalah karena aku ga punya kisah cinta romantis yang menyebabkan aku membuat kisah sendiri hehehe. Hanya saja ini kurang berkembang, mengingat sekarang aku sudah jarang sekali menulis dan bisa dibilang baru saja tergerak kembali di tahun 2013 ini setelah tiga tahun vakum.

Mengenai dua hal itu tidak bisa aku tekuni dengan baik dengan mengambil jurusan jurnalistik maupun desain. Paradigmaku masih kolot waktu itu dimana prestige universitas itu penting, aku terlalu terpaku dengan hal-hal berbau eksak dan akademis. Mama bilang, menulis atau menggambar itu dijadikan hobi saja bukan pekerjaan utama. Dan aku mempercayai restu ibu itu adalah segalanya. Selain itu kuliah seni tidaklah murah, apalagi yang swasta kece, pasti bayaran per-smesternya bisa buat beli dua iPhone. Kelemahan menggambarku yang utama adalah kemampuanku yang sangat tidak didukung dengan kemampuan grafis komputerisasi, bahkan aku aja gabisa pake Photoshop atau CorelDraw. Jadi beginilah, aku terjebak di hal-hal yang aku rasa aku cukup berpotensi di bidang ini.

Serius, aku sedang mulai mempercayai bahwa yang aku tulis akan menjadi nyata, sehingga izinkan aku menuliskannya dengan huruf besar. AKU HARAP INI BAKAT! AKU AKAN MENGHASILKAN KARYA BESAR! aamiin :)

Waktu akan menjawabnya~

Thursday, February 7, 2013

Lintas Kota dan Kabupaten

Bogor Kota Hujan. Tapi sih kata teman saya, tagline Bogor sudah berubah menjadi kota angkutan umum. Entahlah, yang jelas Bogor Kota Beriman ini akan menjadi bagian hidup saya selama  tiga bulan ke depan.
Suatu kewajiban di kampus bagi mahasiswa tingkat akhir, khususnya jurusan saya, mengikuti kegiatan magang selama tiga bulan. Dan dengan perjalanan PHP yang cukup lama akhirnya saya ditempatkan magang di salah satu rumah sakit swasta dibilangan Kota Bogor. Jadi setiap hari rute saya adalah Depok-Kabupaten Bogor-Kota Bogor. Perjalanan yang ibaratnya cuma lurus doang sepanjang Jalan Raya Bogor ini cukup memakan waktu sekitar satu setengah jam menggunakan kendaraan beroda empat. Semoga Tuhan memberkati para pekerja pembuat Jalan Raya Bogor ini :)

Kemudian, mengenai pengalaman magang. Seminggu pertama saya belum berbuat banyak, namun saya belajar hal-hal yang baru. Cukup dapat penggambaran yang jelas dimana saya memandang dari pihak rumah sakit, jadi saya tahu bagaimana hectic-nya mereka dalam melayani pasien. Magang dimulai dari pukul 8 pagi sampai setengah 5 sore. Berangkat tidak bertemu matahari, pulang pun tidak bertemu matahari. Apalagi Bogor, saya selalu disambut dengan hujan saat pulang magang yang membuat saya pulang sedikit terlambat. Puncaknya hari ini dimana depan rumah sakit sudah banjir semata kaki kemudian selutut. Saya ulangi, depan rumah sakit maksudnya jalan raya, jadi rumah sakit sama sekali tidak banjir.

Dan hujan identik dengan macet. Entah apa yang dilakukan orang-orang saat hujan, bukannya di rumah malah menuhin jalan.  Underpass Bogor pun hampir tak bergerak tadi. Ya dilihat dari pembatasnya sih sedang ada pembangunan Jalan Tol Ring Road, jadi pasti macet! Bertolak ke arah Cilebut tetap ditemani hujan deras yang menusuk-nusuk wajah. Dan sampai di rumah satu setengah jam kemudian, padahal naik motor. Benar-benar subhanallah sekali hari ini.

Dan perjalanan ini masih berlanjut sampai bulan Mei~