Thursday, February 21, 2013

sebenarnya aku....

Ia datang. Ia melambaikan tangan padaku dan langsung duduk dihadapanku. Seperti biasa, ia cantik, aku bahkan suka saat ia mengikat rambutnya saat ini sehingga dahinya menjadi sangat 'terlihat'. Aku suka saat ia mulai memanggil nama belakangku, karena hanya ia yang memanggilku begitu. Ia tersenyum-senyum ke arahku sambil melihat sekeliling dan mulai mendekatkan wajahnya ke arahku. Ia menyuruhku mendekatkan telinga ke bibirnya yang aku yakin baru saja ia pakaikan pelembab. Aku tahu, rasa lemon.

"Apapun yang kamu dengar ini adalah rahasia, kamu orang pertama yang tahu, bahkan sebelum mama dan Kak Renata. Pastikan jangan berteriak, sekarang pelan-pelan lihat ke tanganku, ini kejutan!"

Aku melirik ke tangannya yang ditangkupkan ke tangan kiriku, sebuah cincin melingkar di jari manisnya. Jeritanku tertahan, ia tersenyum bangga. Aku menatapnya lekat-lekat, dan menahan diri untuk tidak menamparnya. Ini sudah gila!

"Kapan?" pertanyaan itu meluncur begitu saja mengalahkan sejuta kata yang ingin berebut keluar dari mulutku.

"Baru saja, tadi dia kesini menemuiku, tetapi ia tidak dapat bertemu denganmu karena ada kerjaan. Ia menitipkan salam untukmu, dan kamu tidak boleh memberitahukan ke orang lain dulu. Aku ingin ini benar-benar menjadi sebuah kejutan."

"Kamu kira mama setuju? Kuliah saja belum selesai, jangan bilang bahwa kamu....."

"Tidak! serius, aku tidak hamil! Berhubungan saja tidak! Ini kan hanya cincin biasa, ya memang sih dia rencana melamarku secara resmi dalam beberapa bulan ke depan. Aku harap kamu setuju, bukankah kamu senang jika Aditya menjadi adik iparmu? Kalian memiliki kesukaan yang sama, kalian berdua benar-benar lelaki terbaik yang aku punya!"

Ia kemudian meninggalkanku dengan sebuah kecupan di pipi. Manis, membuatku ingin memeluknya dan tidak melepaskannya. Aku menerawang, berpikir keras, meyakinkan diri bahwa hal ini akan baik-baik saja. Aku mengambil ponselku dan mulai menelusuri nomor di kontak. Dengan sedikit berat, aku menekan tombol 'panggil'. Ada orang lain yang harus mengetahui hal ini. Aku menghela nafas panjang saat mendengar suaranya kembali, setelah sekian lama....

"Hai, ternyata nomormu belum berubah ya?.... Apa kabar?.... Iya, aku masih ingat kok untuk tidak menghubungimu lagi..... Tunggu, ini penting! tolong jangan tutup dulu telepon dariku.... Aku hanya ingin memberitahumu, Aila bertunangan.... Belum secara resmi, ya kiranya tahun depan ia berencana menikah.... Jadi, kamu mau datang?...... Tentu, aku jadi walinya karena papa sudah tiada.... Tidak, dia belum tahu.... Tidak, dia baik-baik saja, dia tidak melakukan kesalahan seperti kita delapan belas tahun yang lalu.... Jadi kamu akan datang ke pernikahan anak kita kan?"


No comments:

Post a Comment