Seorang perempuan setengah berlari memasuki sebuah kedai makanan penutup yang terletak di pusat kota. Sepatu hak tingginya beradu dengan lantai membuat ketukan-ketukan seirama. Ia kemudian melambai semangat ke arah sudut ruangan dimana terdapat empat orang sudah menunggunya. Satu orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Mereka saling menyapa sebelum akhirnya ia duduk di sebelah satu-satunya perempuan diperkumpulan itu.
"Telat banget lo ya, parah, meninggalkan gue bersama tiga orang ini."
"Sory Ka, macet." ia menjawab ledekkan temannya yang dipanggil 'Ka' itu dengan alasan klise.
"Yah, kapan sih Desra dateng on time." seru salah seorang laki-laki dengan kemeja biru tua yang disambut dengan tawa dari lainnya. Desra hanya beringsut sambil diam-diam memperhatikan masing-masing dari mereka. Pertemuan setiap akhir bulan ini selalu sukses membuatnya lupa akan segala hal tentang pekerjaan kantornya. Desra bahkan masih menaruh kekagumannya pada salah seorang dari mereka yang duduk dihadapannya. Seorang laki-laki yang sedang ikut tertawa memamerkan gigi-giginya sambil sesekali mengambil kentang goreng yang tersedia di atas meja. Bahkan di setiap pertemuan ini ia selalu lupa--atau sengaja--tidak melepaskan id card-nya yang tertulis namanya dengan jelas, Egwar.
"Desra yang traktir hari ini! Ayo pesan makan lagi!" si kemeja biru tua mulai melambaikan tangan sebagai tanda untuk pramusaji agar menghampirinya.
Setelah pemesanan makanan yang dipenuhi dengan keributan kecil itu, mereka mulai saling bercerita, berkeluh kesah mengenai pekerjaan kantor masing-masing. Dan semuanya mulai berteriak semangat mendengar salah satu dari mereka, yang paling muda, mengatakan akan bertunangan minggu depan.
"Bima selamat!" Kalika mulai mengulurkan tangannya dan berusaha menepuk-nepuk bahu Bima yang berada di sebrang meja.
"Padahal seinget gue Bima cinta mati sama Kalika deh, eh sekarang udah mau tunangan aja dia." komentar Egwar yang langsung disambut dengan keheningan sebelum akhirnya ia melanjutkan perkataannya lagi. "Hahaha itu dulu banget kali waktu awal-awal ketemu, gue juga pernah kok nyimpen perasaan buat Desra."
Pengalihan Egwar malah membuat Desra salah tingkah. Tiba-tiba saja mereka semua tertawa bersama seakan mengerti dan mengetahui perasaan masing-masing.
"Yah, untung aja sih ga jadi, merusak persahabatan ga sih nantinya?" ungkap Dion yang berkemeja biru tua. Dion bahkan masih mengagumi Kalika sampai saat ini walaupun masing-masing dari mereka sudah memiliki kekasih.
"Hahaha iya nanti pasti canggung, kita ga bisa ngumpul kaya gini lagi deh." balas Kalika.
"Jadi atau engga, bayarannya besar." Desra menggumam. Yang lainnya langsung melihat ke arahnya seperti menunggu penjelasan selanjutnya. "Nih ya maksud gue, kalo ditolak jadinya canggung. Elo akan kehilangan seorang sahabat. Kalo diterima, elo juga akan kehilangan sahabat. Karena dia udah jadi pacar, bukan sahabat lagi. Harga yang harus dibayar besar kan?"
Egwar hanya tersenyum mendengar penjelasan Desra. Kemudian Dion mengangkat gelas minumannya seakan mengajak mereka bersulang.
"Untuk persahabatan kita. Untuk Bima yang mau tunangan."
Yang lain ikut mengangkat gelasnya dan bersulang untuk kebersamaan mereka yang hampir sepuluh tahun ini. Dalam pikiran masing-masing, mereka memikirkan betapa beruntung atau tidak beruntungnya mereka memiliki satu sama lain sebagai sahabat. Ya, ada harga yang harus dibayar.
"A guy and a girl can be just friends,
but at one point or another, they will fall for each other,
Maybe temporarily, maybe at wrong time, maybe too late,
or maybe forever." -500 Days of Summer