Thursday, November 21, 2013

Barang Bukti

Terdengar suara denting pintu terbuka sebuah kedai kopi bersamaan dengan suara ramah pelayan yang menyapa. Seorang perempuan masuk sambil berulangkali mengesetkan sepatunya yang sedikit kotor dan kemudian memesan dua cangkir kopi hangat. Ia duduk sendiri di sudut ruangan sambil memandang keluar jendela dimana terdapat sepasang kekasih yang saling merangkul mesra. Perempuan itu hanya tersenyum mengejek mengutuk dalam hati bahwa mereka tidak akan semesra itu nantinya. Baginya terlihat jelas bahwa pasangan itu masih muda dan baru, mengumbar kemesraan mereka seperti itu.

Tetesan-tetesan air turun dari langit membuatnya menghela nafas berat. Ia memandang dua cangkir kopi di hadapannya yang semakin lama semakin dingin. Ia menyesap salah satunya, membiarkan cairan itu mengaliri kerongkongannya. Dan yang ia rasakan hanya rasa pahit yang membekas di pangkal lidahnya.

Hujan diluar semakin deras membuatnya dan beberapa orang lainnya memutuskan untuk terjebak di dalam kedai kopi. Perempuan itu kemudian mengeluarkan sebuah kertas dan pensil dari tasnya. Ia kemudian mulai mengingat segala hal tentang prianya. Garis muka, mata, hidung, rambut dan hal lainnya membentuk sebuah sketsa gambar yang cukup sempurna. Ia teringat lagi akan pertengkarannya barusan, satu jam lalu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk ke kedai kopi ini, sendirian, duduk di tempat yang sama dan memaksa dirinya untuk merasakan sakit.

Pernikahannya batal begitu saja. Ia terus merutuki dirinya memikirkan kesalahannya. Ini bukan perkara perbedaan iman. Mereka sudah berpacaran selama empat tahun, dua keluarga sudah bertemu dan setuju untuk melangsungkan pernikahan bulan depan. Sekarang semua hal yang telah mereka persiapkan terbuang sia-sia. Harusnya ia sedikit curiga ketika pria itu sama sekali tidak ingin menciumnya setelah setahun hubungan mereka berjalan. Bukan karena pria itu menjaga hawa nafsunya, tetapi karena selama ini perempuan itu hanya perisai dari kesukaannya terhadap sesama jenis.

Kemudian perempuan itu bangkit dari tempat duduknya. Menggenggam kertas sketsanya erat dan meninggalkan mejanya bersama dua cangkir kopi yang sudah kosong. Akhirnya ia meminumnya, cangkir kedua yang sebelumnya telah ia berikan obat. Kepalanya sudah mulai pusing. Langkahnya mulai terasa berat. Ia sengaja tidak mematikan perangkat portabel-nya dimana terakhir kali ia mengakses sebuah blog dari pembaca favoritnya mengenai obat tidur dan potasium. Biarlah polisi mencari tahu pemilik blog itu untuk bertanggung jawab jika seandainya aku mati, begitu pikir si perempuan. Tidak lupa ia menambahkan tulisan besar di paling bawah sketsa wajah pria yang dibuatnya.

'CARI DIA'

Sunday, November 17, 2013

Wednesday, November 13, 2013

Cinta (Tak) Berbalas

Seorang perempuan dengan rambut sebahu berteduh di sebuah halte sambil merapikan ikatan rambutnya yang mulai turun. Payung yang ia kenakan pun tidak cukup melindunginya dari tetesan air hujan sehingga membuat beberapa bagian di pakaiannya tetap basah. Laki-laki yang duduk di sebelahnya pun sedang mengacak-ngacak rambutnya sehingga membuat beberapa cipratan kecil. Laki-laki itu menoleh ke perempuan sebelahnya yang masih sibuk merapikan payungnya.

"Gimana? Kayanya hujannya lama. Mau lanjut atau berteduh?" tanya laki-laki itu.

"Tunggu sebentar. Aku yakin akan berhenti sebentar lagi." balas perempuan itu tersenyum. Laki-laki itu hanya mengangguk dan kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah jalan, melihat kendaraan dan orang-orang menerobos hujan. Perempuan itu tersenyum simpul, dalam hatinya ia senang karena mengulur waktu sehingga ia masih bisa berdua dengan laki-laki yang ia kagumi dari tingkat satu. Ya, walaupun sebenarnya di halte ini mereka tidak berdua, setidaknya mereka berduabelas bersama orang-orang yang juga menumpang berteduh.

Perempuan itu tidak menyangka akhirnya ia mendapatkan kesempatan ini. Maksudnya setelah bertahun-tahun akhirnya ia bisa mengenal laki-laki ini lebih jauh, bahkan mereka berteman dekat. Hanya saja perempuan itu tidak berani mengungkapkan perasaannya. Baginya sudah cukup menjadi temannya selama setahun terakhir. Hingga akhirnya hari ini merupakan bagian dari penghujung bulan, dimana setelah ini mereka akan berpisah mengejar impian masing-masing. Perempuan itu akan membiarkan perasaannya tidak akan pernah tersampaikan, walaupun ia ingin laki-laki itu setidaknya tahu.

"Ella." tiba-tiba laki-laki itu memanggil nama si perempuan. Perempuan itu hanya menoleh menunggu kalimat yang akan ia katakan selanjutnya. "Aku suka padamu." bisiknya pelan agar yang lain tidak mendengar.

Alih-alih sebuah senyuman yang mengisyaratkan kegembiraan karena cintanya berbalas, raut wajah Ella nampak terkejut.

"Kau membuat segalanya lebih rumit." komentar Ella tajam.

"Iya, aku tahu. Ini salahku, hanya saja aku kira aku perlu menyampaikannya sebelum akhirnya kita berpisah." laki-laki itu hanya memandang kosong jalanan. "Hujannya sudah mulai mereda. Ayo, jalan kembali."

"Tunggu, aku juga menyukaimu." akhirnya Ella menyerah dan memberitahukan perasaanya. Ia bahkan menambahkan, "Dari tingkat satu."

Laki-laki itu kemudian mengangguk. Mereka berdua saling melempar senyum berusaha sebaik mungkin menyembunyikan rasa khawatir yang semakin menjadi. Bagi mereka hal ini adalah sebuah kesalahan. Mungkin perasaan memang tidak dapat dibohongi, tetapi ketika mereka memanggil Tuhannya dengan nama yang berbeda adalah sebuah kenyataan. Dan hal itu tidak dapat diabaikan.

Ingatan Tentang Kamu

Aku memperhatikan lekat-lekat sebuah potongan kertas licin bergambar yang aku ambil dari bawah tempat tidurku. Warnanya sedikit pudar dengan beberapa noda kotor disekelilingnya. Tergambar seorang perempuan dengan rambut panjang lurus sebahu. Matanya berwarna cokelat gelap. Ia memakai sedikit eyeliner untuk mempertegas bentuk matanya yang sedikit sipit. Di bagian sebelah kanan rambutnya terdapat jepit berwarna merah jambu. Ia nampak tersenyum bahagia, memamerkan gigi putih bersihnya yang rapi dan membentuk sebuah lesung pipit yang manis.

Yeah, even if I erase everything that reminds me of you
I can’t throw away the memories
Eventhough our drama up until now has ended
Love is painful
The watch you gave me wakes me up everyday
Once again, I can’t go to sleep, oh baby

Aku ingat foto itu diambil pada hari jadi kita yang keempat, di sebuah taman hiburan setelah menaiki roller coaster. Aku masih ingat kamu mencengkram tanganku kuat karena takut. Kita tertawa lepas, menaiki semua wahana yang ada, makan permen kapas dan sengaja menaiki bianglala saat matahari ingin terbenam. Lalu saat berada di paling atas, kamu menyandarkan tubuhmu kepadaku dan berkata ingin terus bersamaku. Kamu bilang bahwa kamu mencintaiku dan ingin hidup bersamaku.

I thought things would be okay once the sun rose and set and the seasons changed
The spot you were in so deep that it won’t close up
Your hair pins left on the sofa keep poking me
It hurts so I can’t even smile, oh baby

Aku tahu hubungan kita tidak akan lama setelah kamu bilang ada orang lain yang mendekatimu. Apalagi setelah aku tahu bahwa orangtuamu telah setuju untuk menjodohkanmu dengan dirinya. Setelah itu kita lebih sering bertengkar. Mempermasalahkan hal-hal kecil, mulai meragukan perasaan masing-masing, sampai akhirnya kamu memutuskan untuk pergi tanpa berkata apa-apa.

Yeah, to me, love is pain, I’m hurt by love
I can’t move a single step so
I can’t hold onto it but I can’t let go of it, It’s love
I am lost, I hate love

Kamu datang ke apartemenku. Kamu berkata bahwa hubungan kita harus berakhir. Tanpa merasa bersalah kamu memberikan undangan pernikahanmu kepadaku. Kamu ingin aku datang sebagai seorang yang sangat berarti untukmu. Tanganku gemetar membuang undangan pernikahan itu ke lantai. Kita bertengkar hebat, saling adu mulut siapa yang seharusnya lebih mengerti.

Because there was so much I didn’t do for you
Because there were so many times I was bad to you
I guess I’m receiving what I gave to you
Because there was so many things I am sorry for
Because there are so many things I should be criticied for
I guess I can’t forget what I said to you

Aku mengantukkan kepalaku ke arah dinding. Kepalaku selalu sakit setiap kali teringat akan kenangan ini. Aku menghitung dengan jari-jari tanganku, sepertinya sudah tiga bulan berlalu sejak pertengkaran itu. Namun aku masih ingat betul kamu menangis memohon kepadaku untuk menghentikan hal yang aku lakukan. Kamu akhirnya mengakui bahwa kamu sedang mengandung janin dari pria itu. Aku langsung terngiang jeritan minta tolong saat aku berusaha mencekik lehermu. Belum lagi lumuran darah di tanganku akibat tusukkan-tusukkan pisau di tubuhmu. Tetapi setidaknya aku lega, bahwa detik-detik terakhir dalam hidupmu berada di pangkuanku.

In my memory, I will erase your voice
In my memory, I will even erase your name
I think I have been in pain enough
Everytime, I call out to you and break down



[FT Island - Memory, English Translation]

Saturday, November 2, 2013

Graduation Speech of Beaver (Movie)

"Good afternoon graduates, dead poets, painters, future Einsteins and all those in between.
Today I’m here to warn you that you are being lied to.
Our parents, our teachers, our doctors have lied to us, and it’s the exact same lie.
The same six words, “Everything is going to be okay.”
But what if it isn’t?
What if some of human experience is just something you inherit, like curly hair and blue eyes?
What if pain is just in your DNA, and tragedy is your birthright?
Or what if, sometimes, right out of the blue, when you least expect it, shit just happens.
Shit just happens …

So what do I do with that?
What do any of us do? Besides lie.
This is what I believe.
Right now in this auditorium, there is someone who is with you, someone who is willing to pick you up, dust you off, kiss you, forgive you, put up with you, wait for you, carry you, love you.
So while everything may not always be okay, one thing I know is true:


you do not have to be alone."